Jurnal Perjalanan Siswa

Alif Rizaldy Azra
Chapter #29

Chapter 29

Disaat yang bersamaan dengan Fandi dan Shina. Aku harus menahan dan terus mengulur waktu. Suara perang di depan antara paman Rais dan Mery sudah tidak bersuara. Sepertinya peperangan di depan sudah selesai.

“Para orang-orang dari departemen ruang dan waktu sudah mencari dan memedulikan kematian anakmu itu, seharusnya kamu sudah puas dan menghentikan penyeranganmu itu. Seharusnya kamu sudah menyerahkan diri kepada departemen ruang dan waktu” kataku membantah Kin.

“Tapi ini adalah masalah anakku dan aku, ada beberapa korban yang meninggal saat tahu anakku meninggal, salah satunya adalah ibuku dan istriku, mereka stres dan depresi lalu meninggal secara perlahan, dan mereka para anjing-anjing departemen ruang dan waktu tidak menganggapnya ada” kata Kin.

“Itu karena kau tidak melapor!” kata paman Rais dari belakang Kin, berdiri di dekat daun pintu sambil bersender di salah satu sisinya sambil memegangi bahu kanannya yang berdarah. Wajahnya penuh dengan rasa sakit yang juga ditahan.

“Ra” kata Kin. “Bagaimana kau bisa melewati pasukanku?” tanya Kin lagi.

“Aku membuat mereka tertidur untuk sementara waktu” kata paman Rais.

Aku terkejut, Kin pernah menyinggung orang dengan nama yang sama sebelumnya, aku tidak menyangka, tapi ternyata orang yang dimaksud Kin beberapa saat yang lalu adalah paman Rais.

Aku, paman Rais bahkan Kin juga sudah sangat lelah hari ini, kami semua saling berbicara sambil terengah-engah. Kami gelagapan di ruangan ini. Semua perkataan yang kami keluarkan selalu saja dibuntuti oleh “hah... hah...” karena kami semua betul-betul terengah-engah.

“A-apa maksudnya?” kataku patah-patah sambil berdiri. Aldi masih pingsan di samping sebelah kananku.

“Ra adalah nama kodeku, Rais menjadi Ra” kata paman Rais menjelaskan.

“Lalu Kin...” kataku sambil berpikir.

“Kin dari Kinaryo” kata Kin sambil sedikit menoleh kepadaku, tatapannya ke tanah.

“Apa tadi katamu?” tanya Kin kepada paman Rais.

“Kamu sama sekali tidak melapor kepada pihak departemen ruang dan waktu, wajar saja jika departemen ruang dan waktu tidak mengetahui keadaan itu!” kata paman Rais.

“Mereka meninggal di depan mata kalian, seharusnya kalian sadar tanpa perlu aku beri laporan kepada anjing-anjing departemen ruang dan waktu” kata Kin terus berbicara sambil mengolok-olok departemen ruang dan waktu.

“Ra, kamu tidak mengerti apa-apa” kata Kin terus sambil menodongkan pistol kepada paman Rais.

“Ibuku bahkan sampai istriku juga meninggal karena belum bisa menerima kematian anakku, ditambah lagi dengan sikap kalian yang seolah tidak terjadi apa-apa di depan publik, itu membuat mereka semakin stres dan depresi” kata Kin.

“Kin” kata paman Rais.

“Diam! Kau tidak mengerti perasaanku sama sekali, diam saja! Orang-orang terdekatku meninggal akibat itu semua, seharusnya kalian sadar” kata Kin sambil menahan air mata.

“SEHARUSNYA KALIAN SADAR, BAHWA KALIAN SALAH” kata Kin melanjutkan perkataannya yang sebelumnya. Kini air matanya sudah turun, pipi yang merah padam karena amarah yang meluap-luap kini basah oleh satu tetes demi satu tetes air mata.

“Apa ibumu dan istrimu tahu bahwa kamu belum melapor tentang kejadian ini?” tanya paman Rais.

“Untuk apa mereka tahu?” kata Kin yang lalu pada akhirnya menembakkan pistolnya ke arah paha kaki sebelah kiri paman Rais.

“Memang itu tidak akan berpengaruh, tapi menembaki anjing-anjing departemen ruang dan waktu seperti ini adalah sebuah kehormatan bagiku” kata Kin sambil tersenyum.

“Kematian anak, ibu dan istrimu memanglah terasa menyakitkan bagimu, bahkan tidak bagimu saja, bahkan aku yang hanya mendengarnya tanpa melihatnya saja terasa sangat menyakitkan, aku turut berduka, tapi kenapa kau tidak melapor?” tanyaku akhirnya membuka suara, walaupun aku masih dalam kondisi terduduk.

“Memangnya aku harus melapor? Dan kau memangnya tahu apa, kau itu baru anak kemarin sore!” kata Kin mengolokku dan lanjut menbaki kaki kiri paman Rais.

“Dulu kita adalah teman, Kin” kata paman Rais dengan tatapan tajam.

“Lalu apakah kamu bersedia untuk mati sebagai ganti kematian anak, ibu dan istriku? Kita kan teman?” tanya Kin membalikkan kata paman Rais dengan sangat menyeramkan.

“Memangnya aku peduli dengan temanku? Bahkan salah satu teman kalian ini saja tidak datang membantu kalian” kata Kin.

Lihat selengkapnya