Jurnal Perjalanan Siswa

Alif Rizaldy Azra
Chapter #30

Chapter 30

“Evakuasi penduduk sekarang juga!” kataku akhirnya sampai di tempat persembunyian mereka sambil terus merangkul Aldi yang masih pingsan.

“Turun” kata Aldi singkat.

Aku menoleh ke arah Aldi.

“Sudah bangun?!” tanyaku terkejut, karena selama ini aku menganggapnya masih pingsan.

“Sudah sedari tadi, tapi kepalaku masih pusing, untung saja Kin tidak memiliki kekuatan seperti Djata, butuh seorang Djata yang bisa membuatku pingsan oleh satu pukulan” kata Aldi.

“Kalau begitu, ayo kita evakuasi penduduk, pastikan jauh dari ruang UKS milik Kin yang sempat dibuat gaduh oleh Dika” kata Erina. Dia juga sudah bangun.

“Memangnya kenapa?” tanyaku tidak mengerti.

“Sebenarnya aku pesan kita semua kepada departemen ruang dan waktu sudah tersampaikan dan mereka sedang menuju ke sini” kata Erina.

“Sejak kapan pesan itu terkirim?” tanyaku kepada yang lainnya.

“Sejak kami menjemputmu” kata Shina menjawab pertanyaanku.

“Lalu kenapa mereka tidak langsung datang?” tanyaku lagi.

“Mereka sedang menganalisis tempat ini, agar ketika mereka datang, tidak memancing keributan. Mereka sedang menonton kita di masa depan” kata Shina menjawab.

“Lewat kameraku, mereka bisa terhubung karena ini” kata Fandi sambil menggenggam kamera.

“Baiklah ayo tuntaskan misi terakhir kita di sini” kataku sambil mengepalkan tangan.

“Ya” kata yang lainnya.

Mery datang menawarkan bantuan.

“Bagus, kita angkut para pasukan yang sudah dikelabui oleh Kin, mereka semua sedang tertidur karena bom tidur dari Mery yang dibuat oleh paman Rais untuk berjaga-jaga” kata Erina memberi perintah.

“Mery, tolong memasuki mode besarmu, tapi tidak besar-besar juga, sedang dan pas, lalu berlarilah yang kencang” kata Shina dengan lembut.

“Baiklah, ayo naik” kata Fandi.

Kami mengangguk dan menaiki punggung Mery, dia langsung berlari dengan cepat. Ia dengan gagah berani keluar dari tempat persembunyian kami.

Kami sampai dan langsung dengan sigap menuntaskan misi kami, jumlah orang-orang di sini lumayan banyak, mungkin sekitar lima sampai enam puluh pasukan. Paman Rais pasti sudah berjuang dengan sangat keras saat mencoba mengalihkan perhatian.

Kami melakukannya dengan bantuan Mery juga, ia bisa meraih tiga orang langsung lewat satu tangannya.

Aldi bisa melakukannya sendiri, kemampuan fisiknya adalah yang paling bagus di antara kami berlima.

“Butuh bantuan?” kata Erina kepada Fandi.

Fandi memang terlihat sangat kelelahan, ia mungkin adalah orang yang sangat lelah karena harus mengontrol ini dan itu saat Erina pingsan bahkan sampai mencari jalan keluar teraman untuk kami. Ia juga orang yang mengambil inisiatif untuk mencari tempat persembunyian.

“Aku tidak butuh bantuan dari seseorang yang sudah sangat lama pingsan” kata Fandi sambil menyengir di akhir kalimat.

“Hei, aku itu menawarkan bantuan” kata Erina sambil membantu Fandi mengangkat salah satu orang.

“Kasihan sekali” kata Fandi.

“Apanya?” tanya Erina.

Lihat selengkapnya