Seuntai ucapan cinta, sekati curahan hati.
Kepada,
Almarhum R. Syamsihari, dan simbokku Daryati, tempat kepalaku kusandarkan ke ujung kakinya, terima kasihku tak terhingga. Soja saya untuk guru Gunawan Raharja (Persatuan Gerak Badan Bangau Putih), yang saya pernah disadarkan olehnya bahwa memukul dan menangkis adalah hak wajib, tak ada urusan dengan rasa benci dan amarah.
Tabik saya untuk orang yang tak pernah saya kenal, almarhum R. Brotosoetarjo, perakit teknik dan pendiri Perguruan Silat BIMA (Budaya Indonesia Mataram) di Yogyakarta. Namamu didengungkan oleh almarhum di telingaku sejak aku masih sangat bocah.
Tak dapat dihindarkan, saya layak berterima kasih kepada Perguruan Silat BIMA di Yogyakarta yang telah mengasuh saya, dalam waktu yang relatif masih pendek ini—dan semoga terus berlangsung.
Tanpa meninggalkan rasa hormat kepada Guru Sepuh R.Y.U. Harry Sutaryo, Guru Muda Thomas Ajie Indrajaya S.S., para master sepuh dan senior, saya berterima kasih kepada “si orang kuat yang belajar jadi lemah-orang jalanan” Totok Hariyadi, yang mendidik “orang sekolahan” seperti saya. Paradoks besar yang hidup dan mengiringi lahirnya buku ini.
Teman-teman berlatih, kawan seiring, satu perguruan beda ilmu–satu ilmu beda guru, Mas Heru Sambawa “Sang Highlander”, tak terlewat tentu saja kepada Bentang Pustaka yang memberi kesempatan kepada saya untuk belajar kembali menulis. Tak dapat kupresensi satu per satu, kepada mereka semua aku ucapkan terima kasih. Doaku, semoga curahan anugerah-Nya turun atasmu.
Kepada para penekur buku, penggiat laku ngelmu, ini upaya kecil menawarkan gagasan kepada Anda sekalian, persoalan silat dan hubungannya dengan cara berperilaku budaya sehari-hari.
Pada mulanya, kumpulan esai ini memang “hanya” catatan harian saya atas pemahaman dalam latihan-latihan yang saya tulis dalam rentang waktu 2010–2011, meski sebelumnya saya pernah menulis juga di jurnal Warta Bangau milik PGB Bangau Putih.
Tulisan-tulisan dalam buku ini tidak saya maksudkan sebagai diktat, oleh karena itu kasusnya tak berurutan sebagaimana urutan teknik. Tetapi, ketika terbetik gagasan untuk mengumpulkannya menjadi buku, saya pun kemudian tergoda mengurutkannya, meski satu tema dengan tema lain sesungguhnya saya tulis acak, sebagaimana bentuk catatan harian.