“Kamu beneran mau cari mati?” Linda mendesis penuh ancaman kepada Rion.
Bukannya takut, Rion justru tergelak keras. “Astaga, ini anak kenapa, sih? PMS, Non? Marah-marah mulu perasaan sejak sampai di sini. Kesambet kali, ya? Rumah ini aman, Bang?” Rion terus saja mengganggu Linda.
Sementara anggota tim yang lain senyum-senyum saja. Tak habis pikir dengan tingkah ajaib keduanya. Kalau bisa dibilang, Rion dan Linda ini lebih mirip seperti ayah dan anak yang tak pernah bisa akur. Mengingat jarak usia mereka memang terpaut lumayan jauh. Meski tidak bisa dikatakan terlalu jauh juga.
“Udah, udah, ayo makan malam. Pasti udah pada lapar, kan?” Instruksi Lany, yang kemudian dengan kompak dipatuhi seluruh anggota tim termasuk Rion dan Linda, yang sebelumnya seperti sudah berancang-ancang menabuh genderang perang.
Di dapur semua orang bergantian mengambil nasi beserta lauk dan sayur. Ini hari pertama tim mereka menjalankan jadwal memasak. Jadi, pemandangan seperti itu akan terus terlihat sampai sepuluh hari ke depan. Mereka juga akan terbiasa memakan masakan rumahan selama sepuluh hari lamanya. Bagi yang sudah terbiasa, mungkin itu tidak akan menjadi hal yang sulit. Namun bagi yang setiap harinya memakan masakan restoran, bisa jadi hal itu menjadi masalah. Belum ada yang tahu bagaimana kebiasaan masing-masing anggota tim.
Sebenarnya waktu makan malam ini sudah ditunggu-tunggu oleh Lany. Dia hanya ingin tahu bagaimana reaksi teman-temannya pada masakan yang dibuat oleh anggota yang bertugas. Apakah mereka akan memberikan respek, atau justru sebaliknya. Ia merasa, ia bisa menilai kepribadian mereka di momen seperti ini.
“Linda, sini!” Eca memanggil Linda yang baru saja keluar dari dapur dengan membawa sepiring makan malamnya.
Linda pun segera menghampiri gadis itu. Sejak menginjakkan kaki di rumah ini, Linda jadi banyak menghabiskan waktu bersama Eca, karena usianya yang berjarak paling dekat dengan Linda. Hal itu membuatnya merasa nyaman saja.
Kini Linda sudah duduk berhadapan dengan Eca yang memilih sudut ruang tamu sebagai tempat makan malam mereka. Posisi keduanya sekarang berada persis di samping pintu kamar anggota laki-laki. Linda jadi sedikit bisa mengintip isi kamar yang semalam ia tempati untuk tidur itu. Ternyata masih sama saja, berantakan. Atau justru lebih parah dibanding semalam.
“Heh! Ngapain ngintip-ngintip kamar orang?”
Linda kontan mendongak menatap seseorang yang dengan kurang ajarnya sudah menghardik dirinya. Rupanya Rion. Ah, memangnya siapa lagi makhluk paling kurang kerjaan di rumah ini?
“Ngintip dikit doang! Lagian semalam juga kan aku tidur di situ. Terus apa masalahnya?” Linda berkilah, sembari mulai menyantap makan malamnya.
“Ya kalau aku kelupaan naruh celana dalamku sembarangan, terus dilihat kamu gimana?”
“RION!” Linda kontan mendelik. Bisa-bisanya manusia satu ini bicara soal underwear dengan gamblang pada gadis di bawah umur seperti dirinya. Oke, Linda memang sudah tidak terlalu belia untuk persoalan underwear, tapi kan tetap saja ia anggota paling muda yang seharusnya dilindungi.
“Nope, not Rion. Tapi Ka-kak,” ucap Rion santai yang kemudian duduk di antara Linda dan Eca.