Sejak malam pertama kesepuluh relawan itu tinggal di desa Temang, diskusi tim mereka akan dimulai jam tujuh. Biasanya akan berlangsung selama dua sampai dua setengah jam. Jadi bisa diperkirakan, makan malam mereka terbilang sangat larut. Karena itu, melihat malam ini ada yang berbeda, Linda bergegas menuju kamar para lelaki lalu mengetuk pintunya.
“Permisi…, Bang Alfaaa…,” panggil Linda ragu-ragu.
“Ya. Bentar,” sahut sang pemilik nama dari dalam. “Linda? Ada apa?” Alfa langsung bertanya saat ia sudah keluar dari kamarnya.
Dilihat oleh Linda, Alfa masih mengenakan sarung, yang artinya ia baru habis melaksanakan sholat Isya’. Linda tersenyum kecil.
“Duduk sana aja, yuk.” Alfa menunjuk kursi panjang di ruang tamu lalu segera berjalan mendahului Linda. Gadis itu pun membututi.
“Ada apa?” tanya Alfa lagi saat ia dan Linda sudah duduk di kursi panjang ruang tamu.
“Bang, boleh minta sesuatu, gak?” Linda bertanya dengan jenis sorot mata yang baru kali ini dilihat oleh Alfa, sorot mata memohon.
Mau tak mau membuat Alfa tergelak. “Mau minta apa? Minta uang? Duh, udah kayak bapak beneran nih aku, ya.” Alfa tergelak lagi, dan kali ini lebih keras.
“Ih, bukaaan….” Linda terdiam sejenak. “Mmmm … boleh gak, Bang, malam ini kita diskusinya sehabis makan malam? Jadi kita makan malam dulu baru diskusi.” Linda menatap Alfa ragu.
Sementara Alfa tampak memikirkan permintaan Linda itu. “Kenapa gitu?”
“Mmm … tadi aku gak sengaja lihat makanan yang baru selesai dimasak di dapur, dan itu bikin lapar, Bang. Kalau gak percaya Bang Alfa lihat sendiri, deh. Masakannya kak Lany kelihatannya enak banget. Yang kita makan tadi siang aja enak, kan? Aku gak yakin bisa konsentrasi pas diskusi kalau lagi lapar begini.”
Lagi-lagi Alfa tergelak, tapi kali ini, Linda juga melihat ada binar senang dan bangga yang tersirat dalam gelak tawa Alfa. Ini pasti karena ada Lany di dalamnya.
“Emang sekarang jam berapa?” tanya Alfa.
“Mmm….” Linda menengok jam dinding yang tertempel di dinding atas ruang tamu. “Jam tujuh kurang sepuluh menit.”
“Ya udah, kita tanya yang lain dulu. Kalau yang lain juga mau, kita bisa makan malam dulu. Tapi kalau enggak….” Alfa melipat kedua tangannya di depan dada. “Kamu harus tahan lapar kamu sampai diskusi selesai, mau gak mau.”