“Diskusinya bisa kita mulai sekarang?”
Alfa yang merasa atmosfer di sekitarnya mulai berubah, mencoba mengalihkan perhatian para anggota timnya.
“Bisa, Bang.”
“Oke. Kita langsung aja, ya. Aku juga gak mau kita selesai terlalu malam. Khawatir kalian beneran ngantuk gara-gara habis makan enak.” Alfa menghela napas lemah.
“Ya kalau sampai ada yang ngantuk, si Bocil aja tuh mutilasi, Bang.”
Rupanya meski mood-nya sempat buruk gara-gara ucapan Hedy, tak membuat Rion menghentika niatnya untuk mengusili Linda. Meski begitu, tak dapat dipungkiri, mood-nya masih tak baik juga. Terlihat dari raut wajahnya yang sama sekali tak nyaman untuk dilihat. Untungnya, Linda yang memahami suasana yang tengah terjadi tak banyak menanggapi keusilan Rion itu.
“Udah, udah. Kalian ini kalau gak ribut, gak bisa tidur nyenyak kayaknya.” Alfa menghela napas lemah lagi. “Jadi langsung aja. Bagaimana hasil survei kalian tadi pagi di sekolah?”
“Mmm … mau dimulai dari mana dulu, nih?” tanya Lany.
“Sekolahmu dulu, deh,” jawab Alfa.
“Oke. Jadi, sekolah yang tadi aku, Ian sama Vira datangi buat survei itu, kebetulan sekali gabung sama sebuah TPQ. Yang artinya, semua murid di sekolah itu juga murid-murid TPQ. Paginya mereka sekolah, sorenya ngaji, dan malamnya sekolah diniyah,” jelas Lany.
“Diniyah? Apa itu?” tanya Eca.
“Sekolah diniyah itu sekolah yang pelajarannya agama semua. Fiqih, Aqidah Akhlaq. Bahkan kalau tingkatan diniyah-nya udah lumayan tinggi, bisa dapat pelajaran semacam Ilmu Falaq, Ilmu Kalam dan lainnya juga,” jawab Vira menambahkan penjelasan.
“Itu apa lagiii…?” tanya Eca dramatis dengan berlagak menangis.
“Vira paham soal kayak gitu juga?” tanya Alfa.
“Hehe, dulu aku sempet sekolah di pesantren juga soalnya, Bang.”
“Oooh … pantas.” Alfa mengangguk-angguk mengerti.
Yang lain juga melakukan hal yang sama, mengangguk paham. Beberapa istilah yang diucapkan VIra memang masih terdengar asing di telinga mereka. Mungkin beberapa istilah pernah mereka dengar, tapi tak mengerti itu apa.
“Jadi untuk sekolah yang kami datangi tadi itu, yang dibilang Pak Lurah kemarin memang ada benarnya. Anak-anak di sana tidak ada waktu untuk belajar atau mengerjakan PR, karena malamnya mereka pakai untuk sekolah diniyah itu. Soal buku paket, Pak Lurah juga benar. Mereka hanya pakai satu buku untuk satu bangku. Soal ini kami belum tahu penyebab pastinya bagaimana. Soalnya perpustakaan aja mereka gak punya.” Kini Ian yang menjelasan.