“Diskusinya bisa kita mulai sekarang?” Alfa membuka diskusi malam ini.
“Bisa, Baaang,” sahut yang lain nyaris serempak.
“Good. Setelah dua hari ini kita mempelajari perbedaan antara di sekolah sama di tempat ngaji, malam ini waktunya kita nentuin program apa yang akan kita bikin di desa ini. Kita harus rencanain program kita ini matang-matang. Jangan sampai gagal, karena selain waktu yang kita punya sangat singkat, setelah kita ambil satu program yang fix, aku akan bikin laporan tentang program kita ini dan ngirim ke lembaga riset.”
Anggota yang lain mengangguk-angguk paham mendengar penjelasan Alfa. Diskusi malam ini akan menjadi diskusi paling penting, karena malam inilah yang menentukan apakah keberadaan mereka di desa ini benar-benar berguna atau justru sia-sia.
“Oke, ada yang mau menyampaikan usulannya? Setelah usulan kalian semua disampaiin, terakhir nanti aku yang akan menyampaikan usulan,” ujar Alfa.
“Aku, Bang.” Hedy mengangkat tangan.
“Silakan.”
“Sebagaimana yang kita tahu, anak-anak jauh lebih antusias waktu mereka ngaji ketimbang waktu di sekolah. Apa pun alasan di balik itu, yang perlu kita lakukan adalah menyeimbangkan semangat belajar mereka. Terlepas dari minat apa yang lebih mereka sukai, anak-anak tetap harus belajar sesuai dengan kebutuhan pendidikan di jaman sekarang.”
Pembukaan yang cukup menarik dirasa oleh seluruh anggota tim. Mereka telah memusatkan perhatian mereka kepada Hedy seluruhnya.
“Jadi, program yang aku pikirkan buat desa ini adalah, kita bantu tiga sekolah itu buat aktif, atau bahkan lebih aktif dari tempat anak-anak ngaji.”
“Caranya?” tanya Vira penasaran.
“Kalau tempat mereka ngaji bisa aktif dan mencuri minat mereka dengan lomba, maka kita juga bikin sekolah-sekolah itu juga aktif dengan lomba. Kita bisa ngomong sama para kepala sekolah di sana, kalau cara itu bisa bikin anak-anak menjadi murid yang sesungguhnya,” jelas Hedy penuh percaya diri.
“Anu, Bang. Aku ngerti usulanmu itu niatnya bagus banget. Tapi kok rasanya terlalu provokatif, ya,” ucap Eca hati-hati.
“Jadi intinya kamu gak setuju sama usulanku?” tanya Hedy santai.
“Bu-bukan! Bukan gitu juga maksudnya….” Eca mengerucutkan bibir serba salah.
Rion kemudian mengangkat tangan.