Usai makan malam, Linda membantu Vira membereskan dapur. Karena malam ini program tim mereka telah ditentukan, Alfa meminta izin untuk langsung membuat laporan serta mempersiapkan program mereka itu. Akhirnya dengan senang hati Linda pun membantu Vira.
Malam ini terasa begitu melelahkan bagi semua orang. Pikiran mereka yang lelah. Lelah memikirkan perdebatan hebat di antara Rion dan Hedy. Lelah memikirkan bagaimana keberlangsungan tim mereka selanjutnya. Pun lelah memikirkan apakah program yang mereka pilih itu sudah benar atau tidak.
Setelah selesai membereskan dapur, Vira langsung pamit untuk pergi ke kamar terlebih dahulu, karena Linda masih ingin mengecek pintu belakang. Setelah itu Linda juga berniat akan langsung tidur. Ia berharap malam ini hanya mimpi buruk yang cuma lewat. Ia berharap besok akan kembali cerah saat ia bangun tidur.
Saat akan melewati kamar mandi, saat itu juga Rion baru keluar dari sana. Mereka bertatapan beberapa saat.
“Nda, temenin aku yuk, bentar.” Rion langsung menggamit pergelangan tangan Linda sebelum gadis itu memberikan persetujuan. Linda pun tak memberikan penolakan.
Rion membuka pintu belakang, lalu mengajak Linda berjalan menuju sebuah kursi kayu yang terletak di samping rumah. Lebih tepatnya di samping kamar yang ditempati para anggota laki-laki. Rion mengajak gadis itu duduk di sana.
Untuk beberapa saat keduanya hanya diam. Rion menengadahkan wajahnya menatap langit. Sementara Linda memandangi rerumputan kering yang terhampar dalam gelap.
“Kamu pasti sebel banget,” ucap Linda tiba-tiba.
Rion menoleh ke arahnya. Lalu tersenyum dan memain-mainkan kuncir rambut Linda sesaat. Kemudian menghela napas berat. “Kalian juga pasti gak percaya banget aku bisa sekeras itu tadi.”
“Tapi, Rion.” Linda menaikkan kedua kakinya, dan bersila menghadap Rion.
Melihat itu, Rion pun melakukan hal yang sama. “Kenapa?”
“Menurutmu program yang kita pilih tadi beneran bakal berhasil, gak?”
“Aku gak akan menentang sekeras itu kalau menurutku program Hedy tadi bakal berhasil.”
“Terus kenapa gak kamu beberin juga resiko-resiko yang mungkin kita terima kalau kita pilih program Hedy tadi? Aku yakin kamu juga kepikiran sama resiko terburuknya, kan? Aku dengar kamu tadi bilang si Hedy terlalu pede sama programnya itu. Kalau aku sendiri emang gak kepikiran apa-apa. Buat bikin program aja aku gak ada usulan. Jujur aja aku belum ngerti apa-apa soal hal kayak gini. KKN aja aku belum.” Linda mengerucutkan bibir, meratapi nasibnya sebagai anggota paling bontot.
Rion tertawa kecil. “Kenapa jadi kamu yang curhat?”
“Eh? Hehe sorry.”
“Gak apa-apa. Kamu gak perlu memaksakan diri buat kasih kontribusi besar-besaran di tim ini. Yang perlu kamu lakuin itu, ikuti alur, dan beradaptasi sama semua ini. Buat beradaptasi aja mungkin udah sulit buat kamu.”
“Hm, dikit. Tapi Rion, kalau emang kamu yakin program Hedy ini punya resiko yang berat, kamu enggak ada rencana buat itu?”