Linda keluar dari kamarnya dengan menggenggam ponsel. Ia melihat sekitar. Tidak ada siapapun di ruang tamu. Sepertinya semua orang sedang berada di dalam kamar. Akhirnya gadis itu duduk di kursi panjang, kemudian mengangkat ponselnya. Sebuah panggilan video tengah berlangsung.
“Gimana di sana? Betah?”
Linda mengangguk dengan senyum manis tersungging. Ini kali pertama kekasihnya melakukan panggilan video. Linda tentu senang, sekaligus rindu.
“Kerjaan kamu gimana? Kamu enggak jalan-jalan?” tanya Linda.
“Enggak, lah. Mau jalan-jalan ke mana? Orang kamunya juga gak di sini.”
Mau tidak mau Linda tersenyum mendengar jawaban kekasihnya. Ia jadi ingin cepat-cepat pulang, supaya dapat bertemu kekasihnya dan berjalan-jalan bersama.
“Kalau kerjaan alhamdulillah lancar. Uangku udah banyak, nih. Ayo kamu buruan pulang.”
Linda kontan tertawa. “Iya, lima hari lagi aku pulang. Kamu baik-baik ya di sana. Kalau butuh apa-apa kabarin. Atau hubungin Mas Kala aja biar dibantu kalau kamu butuh sesuatu.”
“Gak usah, sayang. Aku baik-baik aja kok, di sini. Kamu juga baik-baik di sana, ya. Kalau ada yang gangguin kamu bilang sama aku.”
“Gak ada yang gangguin kok di sini. Tenang aja.”
Itu bukan suara Linda melainkan Rion. Refleks, Linda mematikan panggilan video dari kekasihnya. Rion yang baru keluar dari kamar kemudian dengan santai duduk di samping Linda.
“Rion! Apaan deh!” Linda murka.
“Jadi Bocil kita ternyata juga bisa pacaran.” Rion memandang Linda sembari melipat kedua tangan di depan dada dan meletakkan satu kakinya di atas kaki yang lain.
Linda menatapnya jengah. “Mau apa lagi, sih? Ganggu aja!”
“Nih, sebagai orang yang lebih tua, aku kasih tahu ya. Kalau mau mesra-mesraan itu jangan di tempat umum. Semua obrolan kamu sama cowok bocilmu itu tadi, kedengaran sama kita semua di kamar.”
Linda membulatkan mata. “MASA??”
Rion mengangguk mengiyakan. “Kamu gak sadar?” Ia mengetuk-ngetuk dinding di belakangnya. “Ini bukan tembok, Nda. Rumah ini juga gak di-setting kedap suara. Jadi gak ada yang bisa kamu sembunyiin di sini. Semuanya bisa tahu apapun yang kamu lakuin.”
Linda memperhatikan kembali sekelilingnya. Baru ia sadari jika rumah ini hanya berdinding tembok di bagian luarnya saja. Untuk dinding yang memisahkan setiap ruangan di dalam rumah terbuat dari triplek tebal. Yang artinya apa yang dikatakan oleh Rion benar. Suaranya bisa terdengar dengan jelas oleh teman-temannya di dalam kamar laki-laki. Duh.
“Gak apa-apa, Nda! Santai aja! Gak usah didengerin si Rion!” Teriakan dari dalam kamar terdengar. Suara Alfa.
Linda menghela napas lemah.