Sehabis sholat Maghrib, Linda sudah sibuk mencatat sesuatu di buku tulis miliknya. Ian baru saja keluar dari kamar saat melihat gadis itu tengah duduk di lantai ruang tamu dan berkutat dengan catatannya.
“Lagi ngapain, Nda?” tanya Ian menghampiri.
Linda menoleh sekilas. “Lagi ngumpulin referensi materi debat, Bang.”
“Materi debat buat apaan?” Kini Ian sudah duduk bergabung bersama Linda.
“Anak-anak Dirgantara 2 juga ternyata lagi ikut lomba keagamaan. Menariknya ternyata ada lomba debatnya juga. Tadinya mereka enggak mau ikut karena gak paham caranya. Akhirnya tadi aku menawarkan diri buat ngajarin anak-anak. Nih, sekarang aku lagi ngumpulin materinya dulu.” Linda menunjukkan beberapa catatan yang sudah ia tulis.
“Wah, keren. Ada yang bisa aku bantu?”
Linda berpikir sejenak. “Mmm, Bang Ian bisa bantu ngumpulin referensi juga, gak?”
“Bisa-bisa aja. Emang mosinya udah ada?”
“Belum. Mosi dikasihnya pas technical meeting. Kalau temanya tentang pemisahan tempat belajar laki-laki dan perempuan di sekolah.”
“Ini pastinya belum tahu juga ya pro atau kontranya?” tanya Ian sembari mengedarkan pandangannya mencari buku dan alat tulis yang bisa ia gunakan.
“Belum. Jadi sementara kita buat materi umumnya dulu aja. Seenggaknya anak-anak belajar dulu cara dan prosedur lomba debatnya.”
“Kalau gitu aku coba bikin materi kontranya aja deh, ya.”
Linda mengangguk. Kemudian memberikan secarik kertas pada Ian dan menyodorkan kotak pensilnya yang berisi beberap pulpen di dalam. Ian tersenyum lalu mulai membuka ponselnya untuk mengumpulkan materi.
Saat keduanya tengah sibuk, Hedy dan Elin tiba dan memasuki rumah. Hedy langsung berjalan menuju ke kamarnya. Sementara Elin menghampiri Linda dan Ian dengan dua kantong plastik di tangannya.
“Wih, lagi ngapain nih?”
Ian dan Linda kontan menoleh.
“Nih, pesananmu.” Belum sempat pertanyaannya dijawab, Elin menyodorkan sekantong pastik berisi cokelat dan es krim kepada Linda. “Yang ini ada tiga kotak martabak telur. Yang satu buat kamu, yang dua buat teman-teman yang lain.”
“Wah, makasih banyak Kak Elin.” Linda menerima sogokannya dengan senang hati.
“Aku panggil yang lain dulu kalau gitu,” ucap Ian yang setelahnya bangkit menuju kamarnya untuk memanggil yang lain.