Seperti biasa, selepas sholat Isya semua anggota tim berkumpul melingkar di ruang tamu. Berbeda dengan malam-malam sebelumnya, malam ini mereka tidak hanya akan berdiskusi tentang program mereka. Namun mereka juga akan berdiskusi untuk mempersiapkan acara perpisahan mereka di desa itu.
“Oke, langsung saja. Aku mau tahu perkembangan program kita. Singkat aja, ya. Karena nanti yang akan lebih kita bahas adalah acara perpisahan kita di desa ini.” Alfa membuka diskusi.
“Kita pakai acara perpisahan juga, Bang?” Vira bertanya. “Cuma sepuluh hari ini.”
Alfa mengangguk mengiyakan. “Tadi siang aku dipangil Pak Lurah. Terus beliau bilang kalau kita perlu mengadakan acara perpisahan juga. Sekaligus kita umumkan tentang program kita yang udah mulai berjalan. Acaranya kita bikin sederhana aja. Yang hadir juga nanti cuma para ketua RT, ketua RW dan para perangkat mereka. Juga orang-orang kelurahan sendiri.”
Anggota tim yang lain mengangguk mendengar penjelasan Alfa.
“Kalau gitu, aku mulai dari masjid dulu, ya.” Alfa menlanjutkan, yang langsung mendapat persetujuan dari anggota tim yang lain.
“Karena hari ini Hedy dan Elin pulang, jadi aku temanin Lany buat ngelatih anak-anak pidato di masjid tadi sore.”
“Mereka pulang bareng, Bang?” Kya bertanya tiba-tiba.
Semua anggota tim kontan memandang ke arahnya. Linda merasa, apa yang dipikirkan semua orang kini sama. Pertanyaan yang Kya lontarkan, juga terbersit dalam benak mereka sedari tadi.
“Enggak, kok.” Alfa menyanggah. “Mereka pulangnya enggak barengan. Hedy pulang duluan. Habis itu baru Elin sekitar setengah jam kemudian. Si Elin juga pulangnya dijemput saudaranya yang tinggal di kota ini.”
Sejak sehabis Subuh saat Linda akan pergi berbelanja, gadis itu memang tidak melihat teman-temannya keluar dari kamar. Tentu mereka tidak tahu saat Hedy pulang. Hanya dirinya, Alfa, Rion dan mungkin juga Ian. Sepulang dari berbelanja saja, Linda sudah tidak mendapati Elin di kamar. Eca dan Vira sudah tertidur pulas lagi saat ia kembali. Maka mungkin benar jika Elin tidak berpamitan pada keduanya saat akan pulang.
Kya tampak kurang puas dengan jawaban yang diberikan Alfa. Akan tetapi dia tak melanjutkan pertanyaannya lagi.
“Aku lanjut, ya.” Alfa meminta izin melanjutkan laporannya yang terpotong. Anggota tim yang lain mengangguk. “Ada dua anak yang ditunjuk buat ikut lomba pidato. Menariknya, anak-anak ini sebenarnya pembelajar yang cepat. Aku sama Lany masing-masing cuma ngasih sedikit contoh dan arahan ke mereka berdua, dan mereka bisa langsung menirukan. Ya meski pasti butuh latihan-latihan lagi.”
“Kayaknya mungkin, sebenarnya selama ini mereka bukannya gak mau mempelajari ilmu-ilmu umum kayak gitu. Cuma gak ada dorongan dari orang-orang dewasa di sekitar mereka aja. Baik dari guru ngaji, orang tua ataupun guru di sekolah mereka. Sementara orang-orang dewasa di desa ini, menganggap anak-anak lah yang gak punya semangat belajar dan ketertarikan sama sekali pada ilmu-ilmu umum.” Lany mengungkapkan isi pikirannya.
“Misunderstanding dan kesalahpahaman yang mengenaskan. Kalau gak ada kita di desa ini, gimana masa depan mereka semua, coba?” celetuk Rion, yang tentu saja mengundang tawa dan cemoohan dari teman-temannya. Narsis sekali.
Setelah semuanya kembali tenang, Alfa melanjutkan. “Sekarang coba kita dengar perkembangan dari SD Dirgantara 02.”