RAKHA meremas ponselnya yang menampilkan artikel berita tentangnya sambil memejamkan mata rapat-rapat.
“Om udah capek sama kamu!”
Rakha membuka matanya, kemudian mengalihkan pandangannya ke kaca jendela mobil yang tengah dikemudikan om sekaligus manajernya—Aryo—yang baru saja bersuara.
“Bisa, nggak, sih, kamu nggak buat ulah yang aneh-aneh?” Om Aryo geram setelah beberapa waktu lalu membaca berbagai artikel berita yang memuat gosip tentang Rakha. “Tunangan?” Kali ini ia memukul setir mobilnya sedikit keras sambil mendesah kesal. “Ide gila macam apa itu?”
Rakha tak menyahut sejak tadi. Ia pun menyesal dengan ulahnya itu. Ia hanya ingin mengalihkan isu mengenai ketidaklulusannya. Namun, bukannya meredakan situasi, Rakha justru kembali bermain api dengan kebohongan yang lain.
“Siapa gadis bernama Adela itu?” tanya Om Aryo sambil melirik sekilas ke arah Rakha.
“Aku nggak kenal dia,” jawab Rakha singkat.
“Kamu nggak kenal dia, tapi berani kenalin dia sebagai pacar kamu ke media?” Emosi Om Aryo semakin memuncak.
Rakha kembali diam. Ia tahu urusannya akan lebih panjang bila ia menimpali ucapan Om Aryo. Om Aryo jauh lebih senior di industri hiburan dibandingkan dengannya yang baru seumur jagung. Omnya itu sudah banyak mengurusi artis-artis papan atas dengan didikan yang keras. Ia juga terkenal bertangan dingin dan sangat disiplin. Terlebih lagi, ayah Rakha sangat memercayakan Rakha di tangan Om Aryo.
“Kamu tahu berapa banyak tawaran iklan dan film yang batal karena skandalmu ini?” Om Aryo kembali melirik Rakha, kemudian melanjutkan ucapannya. “Segera bersihkan namamu! Ajak gadis bernama Adela itu untuk bicara di hadapan media. Dia harus segera mengklarifikasi rumor ini. Hanya itu cara supaya kamu bisa kembali mendapat tawaran iklan dan film yang dibatalkan!”
Rakha terus menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk. Ia memperhatikan foto cewek bernama Adela yang terpampang bersamanya dalam artikel itu dengan mata memerah. Kejadian memalukan kemarin terputar kembali di kepalanya, ia malu sekaligus marah terhadap Adela.
Beberapa saat kemudian, laju mobil yang dikendarai Om Aryo mendadak melemah, membuat Rakha mengangkat kepalanya dan melihat sesuatu di depan sana.
“Ada banyak media di gerbang sekolah. Sebaiknya kamu turun di sini. Om akan coba mengalihkan perhatian mereka, baru kamu diam-diam masuk.”
Rakha menurut. Ia segera turun setelah Om Aryo menghentikan laju mobilnya. Ia bersembunyi di balik pohon besar sambil mengamati situasi untuk mencoba mencari waktu yang tepat untuk bisa mengendap-endap masuk ke sekolah.
***
“Oh, dia orangnya?”
“Nggak cantik-cantik amat tampangnya. Cantikan juga gue.”
Perasaan Adela sudah tidak enak sejak melangkah memasuki gerbang sekolah pagi ini. Bisikan serta lirikan mata orang-orang di sekolah membuatnya tidak nyaman. Ia berusaha mengabaikannya, tetapi semakin dalam ia melangkah, semakin banyak pula cibiran yang ia dengar.
“ADELA!”
Adela menoleh dan langsung menemukan Saras tepat di belakangnya. Saras berlari menghampirinya dengan tergesa-gesa.
“Kenapa lari-lari? Bel masuk belum bunyi.” Adela cukup prihatin melihat kondisi Saras yang tampak sangat kelelahan.
“Lo udah lihat berita pagi ini?” tanya Saras sambil mengatur napasnya.
Adela mengangkat alisnya, kemudian menggeleng santai. “Ada apa emangnya?”
“Nih, baca.” Saras mengulurkan ponselnya yang menayangkan artikel berita tentang kejadian kemarin, saat para pencari berita memenuhi sekolah mereka.
Adela membulatkan matanya, tetapi tampak tenang setelah membaca judul artikel yang tampil dengan ukuran huruf yang sangat besar di sana.
“‘Rakha Arian Dipermalukan oleh Tunangannya Sendiri’.”
Adela kembali menatap Saras dengan kening berkerut. “Terus kenapa?” tanyanya belum mengerti.
“Lo udah tunangan sama Rakha? Ini, kan, foto lo sama Rakha pas kejadian kemarin.”
“HAH?” Barulah Adela tampak terkejut dan langsung menyambar ponsel Saras untuk melihat artikel itu dalam jarak yang lebih dekat.
Bagaimana bisa para wartawan menyimpulkan sendiri bahwa ia adalah tunangan Rakha hanya karena kejadian konyol seperti kemarin?
“Jadi, lo tunangan Rakha?”
Adela menengadah dan mendapati beberapa orang siswi yang ia ketahui sebagai senior kini berdiri menghadapnya sambil berpangku tangan. Mereka mengamati Adela dari atas hingga bawah dengan tatapan sinis, terutama cewek yang berdiri paling depan. Cewek yang baru beberapa bulan lalu mendapatkan predikat kakak terpopuler oleh murid-murid angkatan baru—Kintan.
Kintan mengunyah permen karetnya sambil berjalan mendekati Adela dengan tatapan tak bersahabat. “Lo nggak pernah ngaca? Lo nggak ada cocok-cocoknya sama Rakha!” bentaknya sambil menunjuk-nunjuk Adela.
Adela baru saja membuka mulutnya, berniat untuk menyahut. Namun, suara berisik dan sorakan di sekelilingnya membuatnya mengurungkan niat. Tak lama kemudian, seseorang yang baru beberapa saat lalu ia lihat di ponsel milik Saras, kini muncul di depannya. Rakha berjalan lurus ke arahnya dan menyingkirkan beberapa orang siswi yang tadi sempat mengepung Adela, termasuk Kintan.
“Aduh!” keluh Kintan begitu merasakan sebuah tangan mendorongnya pelan. Sedetik kemudian ia ternganga saking takjubnya melihat Rakha dalam jarak yang sangat dekat.
Rakha kini berada tepat satu langkah di hadapan Adela yang langsung menyambutnya dengan tatapan penuh dendam. Adela tidak terima ia digosipkan sebagai tunangan Rakha, begitu pun sebaliknya.