Just Bodyguard

Ankano Wen
Chapter #3

Aku Pengawalmu

Kiel menghentikan motornya di depan rumah besar yang merupakan rumah keluarga Pramudya. Anak lelaki itu mencocokkan alamatnya sekali lagi sebelum akhirnya menekan bel dan berbincang dengan satpam yang keluar untuk menanyakan keperluannya.

“Aku dari Red Hand, kode nama Jung dan diperintahkan untuk menjaga putri Tasya Pramudya,” kata Kiel seraya memperlihatkan kartu identitasnya.

Satpam mengecek dan menghubungi orang yang ada di dalam rumah untuk memastikan, setelah semuanya selesai, pria tersebut mempersilahkan Kiel untuk masuk dan menghadap Tasya Pramudya secara langsung.

“Sebelah sini, Tuan.”

Salah satu pelayan wanita mengantarnya menuju sebuah pintu kamar yang berada di lantai dua, wanita tersebut memanggil nama Tasya beberapa kali dan membujuknya untuk keluar ruangan.

“Ada apa?” tanya suara seorang gadis dari dalam ruangan.

“Ada tamu, Non. Katanya ingin ketemu sama Non Tasya,” kata Pelayan Wanita.

“Aku malas, bilang padanya kalau aku enggak ingin bertemu,” sahut gadis itu, Tasya.

Pelayan wanita itu kembali membujuk beberapa kali sebelum akhirnya menyerah dan meminta maaf kepada Kiel karena tidak berhasil membuat Tasya keluar. Kiel hanya tersenyum dan mengatakan bahwa hal itu bukan masalah besar kepada wanita paruh baya tersebut, walaupun sebenarnya dia merasa kerepotan karena sejak awal semuanya tidak berjalan sesuai rencananya. Akhirnya anak lelaki itu pun meminta izin untuk menunggu di depan pintu dan pelayan wanita tersebut menangguk sebagai jawaban, kemudian pergi meninggalkannya.

“Aku ditugaskan oleh Sunardi Pramudya untuk menjagamu selama 3 bulan kedepan. Kuharap kau bisa diajak bekerja sama,” kata Kiel, anak lelaki itu mendekatkan wajahnya sedekat mungkin dengan pintu agar Tasya bisa mendengarnya.

“Tadi aku pergi ke sekolah, tapi enggak menemukanmu sama sekali,” lanjutnya.

Tidak ada jawaban.

Kiel hanya bisa menunggu, anak lelaki itu pun menghubungi ayahnya dan melaporkan situasi yang sedang terjadi saat ini selagi menunggu Tasya keluar.

“Maaf, Ayah. Apa Sunardi Pramudya sudah membicarakan hal ini dengan anaknya? Tampaknya dia enggak mengenaliku atau bahkan ingin bertemu denganku,” 

“Seharusnya dia sudah mengatakannya, tinggal kau melaksanakan apa yang harus kau kerjakan. Ingat, Sunardi sudah membayar penuh, jangan sampai mengacaukan misi,” sahut Gustav.

“Iya, akan kuusahakan, Ayah.”

Waktu sudah berlalu selama enam jam dan tidak ada tanda-tanda bahwa Tasya akan keluar ruangan. Pelayan wanita yang tadi mengantarnya kembali beberapa kali untuk menawarkan makan atau kursi untuk duduk. Tetapi Kiel menolaknya karena menurutnya hal itu tidak diperlukan, anak lelaki itu sudah terbiasa berdiam diri selama berjam-jam tanpa makan dan minum.

“Tuan, yakin tidak ingin makan dulu? Tuan sudah berdiri di sini selama enam jam,” kata Pelayan Wanita.

“Enggak apa-apa, aku masih kenyang, kok,” sahut Kiel.

Pelayan wanita itu menawarkan beberapa hal lagi, tetapi Kiel menolak dan mengatakan bahwa sebentar lagi dia akan pulang. Ketika pelayan itu turun, pintu kamar pun terbuka dan Tasya mengintip dari pintu itu.

“Pergi,” katanya.

“Tunggu, kita harus bicara,” kata Kiel.

“Aku enggak pernah minta dijaga oleh bodyguard, apalagi yang menjagaku adalah anak kecil sepertimu,” kata Tasya seraya membuka pintu kamarnya dengan enggan, perkataannya membuat Kiel berpikir apakah ayahnya juga membeberkan usia aslinya kepada gadis itu atau tidak.

“Jangan datang dan bersikap seolah-olah kau bakal menjagaku dengan baik. Pergi ke sekolah asalmu dan belajar saja dengan tenang,” lanjutnya.

“Kurasa aku harus meluruskan beberapa hal, Tasya Pramudya. Pertama, aku enggak bersekolah, jadi kau enggak perlu khawatir dengan sistem belajarku. Kedua, aku dikirim Red Hand untuk menjagamu dari ancaman orang-orang yang berusaha melukaimu dan keluargamu. Ketiga, ini hanya berlangsung selama 3 bulan saja jadi kuharap kau bisa bekerja sama dalam jangka waktu tersebut. Aku akan menjaga jarak kalau kau memang menginginkannya, tetapi jangan pergi terlalu jauh dariku karena kau bisa berada dalam bahaya,” kata Kiel, anak lelaki itu harus membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan Tasya jika ingin pekerjaannya berjalan lancar.

“Sudah kubilang, aku enggak butuh—“

“Kau butuh. Aurel menjelaskan padaku kalau sudah ada beberapa orang yang berusaha untuk mendekatimu dan mengganggumu. Itu enggak bisa dibiarkan begitu saja,” kata Kiel yang memotong pembicaraan Tasya.

“Sial, kenapa sih, anak itu malah membeberkannya padamu?” gerutu Tasya.

“Dia mengancamku, sebenarnya. Dia mengira aku salah satu orang yang ingin mengganggumu.”

“Bukannya memang begitu? Tuan Red Hand?” Tasya memutar bola matanya seraya mendengus kesal, gadis itu menatap Kiel seraya menimbang-nimbang.

“Sepertinya memang enggak bisa ditolak, ya?” katanya, gadis itu pun melanjutkan, “Di sekolah, kau harus menjaga jarak denganku. Aku enggak mau kau terlalu dekat dan bersikaplah seperti anak sekolah biasa, bukannya sebagai bodyguard. Kau juga enggak perlu bersikap sok akrab atau seolah kau adalah teman lamaku. Lalu, jangan bilang kepada siapa pun bahkan kepada Aurel sekalipun kalau kau adalah orang yang diutus Ayah untuk menjagaku. Sampai sini, paham?”

“Oke, tapi kenapa?”

“Aku risih padamu, kau memuakkan. Kalau begini kau mengerti, kan?”

Tampaknya Kiel akan kesulitan untuk melewati waktu 3 bulannya menjaga seorang gadis yang bahkan tidak bisa diajak bekerja sama. Anak lelaki itu merasa lebih baik jika dia ditugaskan untuk membersihkan orang-orang dibandingkan harus menjaga seorang murid SMA dengan tempramen buruk. Dia tidak mengerti mengapa Tasya bisa bersikap begitu arogan dan santai ketika banyak orang yang mengincarnya.

Lihat selengkapnya