“Kenapa kita harus berangkat bersama, sih? Kau yakin bisa menyetir?” tanya Tasya, gadis itu duduk di kursi belakang.
“Apa aku sebegitu enggak meyakinkan bagimu?” sahut Kiel yang sedang menyalakan mesin mobil.
“Lumayan.”
“Ayahmu menyuruhku untuk—”
“Ayah lagi, ayah lagi. Tuan Red Hand, bukan kah kau berpikir kalau ayahku terlalu ikut campur dalam segala urusanku? Lihatlah, bahkan sekarang saja kau ikut terlibat, kan,” timpal Tasya.
“Aku enggak tahu, memang seharusnya bagaimana?” balas Kiel.
“Anak-anak yang bebas berpendapat, bisa memilih hal yang kita inginkan tanpa harus dilarang. Memang tetap harus diawasi, tetapi enggak harus sampai semuanya orang tua yang mengatur, kan? Karena anak yang dilahirkan itu manusia, bukan barang yang dianggap sebagai hak milik orang tua. Seharusnya kita memiliki pilihan tersendiri,”
“Memangnya bagaimana dengan orang tuamu, Tuan Red Hand? Apakah mereka memperlakukanmu seperti itu?” lanjutnya.
Selama ini Kiel hidup dengan fasilitas yang sudah disediakan oleh ayahnya angkatnya, Gustav Garrick. Mulai dari pembelajaran, pekerjaan, dan segala hal harus benar-benar sesuai dengan perintah ayahnya. Anak lelaki itu bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dirinya memilih sesuatu, bahkan anak lelaki itu tidak dapat memilih ingatan mana yang ingin dikenang atau dilupakan olehnya. Kehidupannya saat sebelum tinggal bersama Gustav pun terasa seperti mimpi baginya.
“Ayahku biasa memerintahkanku untuk membereskan ini dan itu, enggak boleh ada jejak sedikit pun. Tetapi aku berhasil, jadi kurasa itu bukan masalah bagi ayahku,” sahut Kiel.
Tasya menatap Kiel dengan raut wajah tidak percaya, “Kau benar-benar kaku, ya? Aku awalnya enggak percaya bahwa ada bodyguard semuda ini, tetapi ketika melihatmu secara langsung. Kurasa kau benar-benar bukan anak remaja biasa, ya?” katanya.
“Aku bisa bergaul, kok.”
“Oke, kalau begitu gimana kalau hari ini kita pergi ke mall? Aku sudah lama ingin bermain dengan Aurel, kau bisa ikut untuk menemani kami,” kata Tasya.
“Boleh,” sahut Kiel.
Untuk saat ini, Kiel merasa bahwa Tasya sudah jauh lebih mudah untuk diajak bicara, gadis itu juga sudah tidak terlihat marah dan mulai ingin menanggapi perkataan Kiel. Setelah beberapa saat, pembicaraan mereka pun berakhir dan mereka melalui perjalanan menuju sekolah dalam keadaan hening.
Karena ingin menjaga jarak, Kiel menurunkan Tasya beberapa meter dari gerbang sekolah sesuai dengan permintaan gadis tersebut. Setelah itu, Kiel harus menunggu di parkiran hingga sepi dan keluar dari mobil. Walaupun mobil yang digunakan Kiel merupakan jenis yang berbeda dari mobil yang biasa digunakan oleh keluarga Pramudya, mereka tetap harus berjaga-jaga dan sebisa mungkin tidak menarik perhatian murid-murid lain.
Kiel baru saja keluar dari parkiran dan hendak menuju kelas ketika anak lelaki itu bertemu dengan Saka yang keluar dari pintu kelas. Tanpa basa-basi anak lelaki itu langsung merangkul Kiel dan mengajaknya menuju kantin.
“Sebentar lagi bel masuk kelas, kan?” tanya Kiel.
“Enggak apa-apa, kita sebentar saja kok. Beli permen supaya bisa di makan selama pelajaran berlangsung,” kata Saka, anak lelaki itu bahkan tidak memberi kesempatan Kiel untuk berbicara dan menolak. Mereka pun pergi ke kantin dan Kiel hanya bisa menunggu temannya sambil berharap tidak mendapatkan masalah karena ketahuan pergi ke kantin sebelum kelas dimulai.
Setelah selesai menunggu Saka, mereka pun pergi ke kelas dan Saka menyodorkan dua buah permen kepada Kiel ketika mereka sudah duduk di kursi. Tentu saja Kiel menolaknya, tetapi anak lelaki itu malah menaruhnya ke saku seragam Kiel.
“Itu untukmu, ambil saja,” kata Saka seraya membuka bungkus permen dan memakan isinya.
Ternyata hal seperti ini diperbolehkan, ya? pikir Kiel.
Memperbolehkan murid untuk makan selama jam pelajaran tidak pernah diketahui oleh Kiel, bahkan anak lelaki itu tidak menemukannya di dokumen ‘peraturan sekolah’ yang diberikan Gustav kepadanya untuk dipelajari. Satu-satunya ingatan Kiel mengenai sekolah adalah dirinya yang pernah disekolahkan satu kali ketika usianya 9 tahun dan berhenti setelah beberapa bulan karena anak lelaki itu mendorong teman sekelasnya hingga kepalanya bocor, padahal temannya hanya berusaha ramah tetapi pada saat itu tempramen Kiel sangat buruk dan anak lelaki itu benci jika ada orang yang berusaha untuk mendekatinya.
Setelah kejadian tersebut, Kiel tidak pernah disekolahkan lagi dan anak lelaki itu selalu belajar di rumah bersama para paman dan guru khusus yang dipanggil. Pembelajarannya pun berlangsung selama 18 jam setiap harinya, berbeda jauh dengan jam pelajaran di SMA Prometheus yang hanya berlangsung selama 8 jam.
“Kau enggak mau mencobanya?” tanya Saka, menyadarkan Kiel dari lamunan. Anak lelaki itu menunjuk saku seragam Kiel.
“Mau,” balas Kiel, anak lelaki itu pun memakan permennya.
“Gimana? Enak, kan?”
Kiel mengangguk sebagai jawaban dan Saka pun mengacungkan jempol. Kedua anak lelaki itu pun menikmati permen hingga mata pelajaran pertama selesai.
***
Kegiatan pembelajaran hari ini berlangsung dengan lancar, seharian ini Kiel mengawasi Tasya dari jarak jauh dan tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan di sekitar gadis tersebut. Ketika jam pelajaran terakhir, Kiel menunggu Tasya dan Aurel diparkiran sementara kedua gadis itu masih berada di gedung sekolah. Tidak perlu menunggu lama ketika anak lelaki itu akhirnya melihat kedua gadis itu ditambah satu anak lelaki—Saka, yang melambaikan tangan dan bergegas menuju Kiel.
“Kudengar kalian ingin bermain ke mall, ya?” tanya Saka.
“Cepat sekali, baru dua hari sekolah dan kau sudah mengajaknya kencan, Kiel? Apakah enggak apa-apa jika aku dan Saka ikut?” timpal Aurel dengan seringai jahilnya.
“Kencan? Bukannya kau dan Tasya yang ingin—“
“Bukan kencan, aku yang mengajaknya ikut bermain sekalian mengenalkan daerah sekitar kepada Kiel. Dia murid pindahan, jadi setidaknya dia harus tahu bahwa ada mall dekat sekolah,” sahut Tasya.
“Ohh.. oke, oke,” balas Aurel yang masih mempertahankan seringai jahilnya.
Akhirnya mereka berempat pergi ke salah satu mall yang berada tak jauh dari sekolah. Selama di perjalanan, Kiel benar-benar merasa seperti supir karena Tasya dan Aurel yang duduk di belakang sedang mengobrol dengan asik sampai Kiel merasa mereka tidak menganggap kehadirannya. Saka tidak ikut naik mobil karena anak lelaki itu membawa motor sehingga Kiel tidak ada teman yang bisa diajak untuk mengobrol.
“Kiel, biasanya aku melihatmu membawa motor. Kali ini kau memakai mobil, ya?” tanya Aurel.
“Ya, untuk beberapa waktu ke depan aku akan memakai mobil karena motorku sedang di perbaiki,” sahut Kiel.
Aurel kembali bertanya beberapa hal mengenai apa yang ingin dilakukan Kiel ketika mereka sampai di mall. Aurel dan Tasya juga sudah membuat kegiatan apa saja yang akan mereka lakukan nanti, dan kegiatan pertama yang mereka lakukan adalah menonton bioskop.
“Aku ingin nonton film horor ini, tetapi enggak berani kalau sendirian,” kata Tasya.
Sesampainya di mall, Tasya pun segera memilih judul film yang ingin di tontonnya. Saka yang awalnya menolak karena takut pun pada akhirnya ikut membeli tiket dan mereka berempat pun bergegas masuk ke teater yang tercetak dalam tiket. Dua jam berlalu dan ketika filmnya berakhir, Saka langsung memohon agar Kiel menginap di rumahnya dan menemaninya.
“Enggak bisa,” kata Kiel, tentu saja karena dia harus menemani Tasya.
“Kau takut, ya?” ejek Aurel seraya terkekeh.
“Memangnya kau enggak?” protes Saka.