Sagala Aya Store masih disibukkan pesanan online, tapi ritmenya mulai melambat. Suara notifikasi dari layar monitor kasir tak seintens sejam lalu. Beberapa pelanggan datang silih berganti, tetapi suasana sudah tak sepadat tadi pagi.
Adimas masuk dari pintu belakang, menghela napas berat. Dua kantong besar paket baru saja ia antar ke alamat kompleks sebelah. Kaosnya basah oleh keringat, rambutnya berantakan, dan wajahnya terlihat lelah.
Namun, di mata Yasser dan Medi, Adimas justru terlihat seperti aktor drama Korea yang sedang menyamar jadi kurir paket. Keringat di dahinya malah menimbulkan efek glossy. Rambut acak-acakannya malah menambah estetik alami.
"Bro, lo liat nggak?" bisik Yasser sambil menyikut Medi. "Makin capek, makin cakep. Ini kesempatan emas, cuy."
Medi langsung paham maksudnya. Ia merogoh saku jeans dan mengeluarkan ponselnya. Tak lupa menarik ringlight mini dari laci kasir, dan membentangkan backdrop spanduk diskon bertuliskan "Diskon 30% untuk Sabun Mandi Favorit Anda!"
Adimas memandangi mereka dengan tatapan penuh kecurigaan. "Ngapain lo semua nyiapin properti aneh-aneh kayak mau syuting FTV?"
Yasser menyeringai. "Kita mau bikin konten. Promosi sabun mandi. Lo modelnya. Konsepnya-ganteng-ganteng nganterin sabun."
"Job desk gue di toko ini, jadi tukang antar paket. Bukan duta sabun," potong Adimas, ketus.
"Justru itu!" seru Medi. "Natural. Real. Orang-orang suka banget yang beginian di Reels!"
Adimas memutar mata. Ia nyaris pergi, tapi Yasser dengan dramatis menahan pundaknya seperti sedang syuting adegan sinetron.
"Dim, lo ngerti nggak? Ini demi toko kita. Demi masa depan ekonomi mikro. Demi... feed Instagram kita yang kusam butuh pencerahan!"
Terpaksa, Adimas menyerah. Ia berdiri di depan rak sabun, menggenggam botol sabun cair aroma lavender, ekspresi wajahnya setegang satpam shift malam.
Medi siap dengan ponsel. Yasser mulai merekam. "Oke, Dim! Pose dulu! Sedikit senyum dong, kayak habis dapet tahu goreng gratis!"
Adimas bergeming. "Gue senyum, harga sabun naik dua ribu."
Medi ngakak sampai ponselnya goyang. "DEAL! Demi ekspresi manusiawi dari Mas Dimas."
Yasser fokus mengambil beberapa footage video sambil mengarahkan, seolah-olah sedang memotret model majalah fashion.
"Tangan kiri pegang sabunnya lebih tinggi dikit! Ya gitu! Mata lo tatap jauh, kayak lagi mikirin diskon akhir bulan!"
Adimas tidak menanggapi. Ia hanya menatap ke arah kamera dengan sorot mata penuh penderitaan.
Setelah selesai, Yasser mengecek hasil video dan tertawa puas. "Wah, ini bisa viral, sih. Caption-nya: Mau sabunnya... atau Mas-nya?"
Medi langsung menoleh cepat.
"Hus! Ketahuan Kang Fajri, habis riwayat kau! Bisa dipecat jadi admin medsos!"
"Cuma bercanda! Astagfirullah." Yasser nyengir, lalu menambahkan, "Kalau gitu caption-nya kita ganti. Mau cuci dosa? Eh, maksudnya cuci tangan. Sabun promo 30%, diantar Mas Adimas yang insyaallah istiqamah."
"Cakep..." Medi mengacungkan jempol.
Adimas mengembuskan napas panjang. Ia berjalan lunglai, bermaksud meletakkan botol sabun ke rak.
"Lain kali, kasih tahu dulu. Gue belum siap mental buat jadi model endorse."
Yasser dan Medi saling bertatapan, lalu tertawa bersamaan.
Adimas-meski wajahnya tetap jutek-tak bisa menahan sudut bibirnya yang sedikit terangkat.
Tawa Yasser dan Medi belum reda ketika notifikasi WhatsApp grup toko berbunyi. Medi buru-buru membuka pesan yang baru masuk, lalu mendadak ternganga.
"Bro... bro! Kirana nge-reply video barusan di grup!" serunya panik sekaligus geli.
Yasser langsung melongok ke layar. Adimas juga ikut mendekat, tapi begitu melihat nama "Kirana Adinda" muncul di atas tangkapan layar video, dia spontan mundur setengah langkah.