Just Friend's Scenario

Vina Marlina
Chapter #30

Cinta di Tempat Jemuran

Adimas duduk di lantai, di salah satu sudut ruangan toko, tangannya lincah membungkus paket edisi Hari Pendidikan Nasional pesanan dari SD kecamatan sebelah. Namun matanya terus melirik ke lantai dua-ke arah Kirana-dan ke jam dinding yang berdetak seolah mempercepat waktu.

Hari ini adalah ulang bulan pernikahan mereka yang pertama-dan ia baru ingat... setengah jam yang lalu!

Dadanya menghangat, tapi juga terasa sesak. Masa iya, hari sepenting ini terlupa begitu saja?

Rencananya, malam ini ia ingin mengajak Kirana jalan-jalan. Makan jagung bakar di Punclut, berendam air panas di Ciwidey, atau sekadar nonton bioskop. Apa saja, asal bisa dilakoni "berdua." Sejak menikah, waktu untuk mereka nge-date hampir tak pernah ada. Hidup hanya tentang ruko, pesanan, dan bertahan dari hari ke hari.

Tapi melihat tumpukan pesanan yang harus dikirim malam ini juga, ia tak tega meninggalkan semua tanggung jawab pada tiga rekannya.

Lalu apa? Masa cuma kasih ucapan doang? Kirana pantas dapat lebih dari itu.

Dengan napas panjang dan tekad yang bulat, Adimas pun menghampiri Medi, Yasser, dan Kang Fajri. Di antara lautan kardus, bubble wrap, dan lakban yang berserakan, ia bertanya dengan raut serius penuh harap.

"Bro, gue pengen sesuatu yang beda malam ini. Biar Kirana ngerasa spesial, tapi nggak bikin ribet. Monthly anniversary, gitu."

Medi langsung bersinar-sinar dan mengacungkan jari. "Oho, kasih coklat aja! Simbol cinta yang manis dan universal."

Adimas menggeleng pelan. "Hmm... coklat terlalu biasa. Kiki nggak suka yang klise-klise."

Kang Fajri tersenyum. "Kalau begitu, gimana kalau kasih mushaf kecil? Biar jadi pengingat dan penyemangat ngaji."

Adimas mengangguk, menghargai, tapi kembali melirik ke lantai atas. "Bagus, Kang. Tapi Kiki lebih suka ngaji dari HP. Katanya lebih praktis."

Yasser tiba-tiba mengangkat tangan penuh semangat. "Gue punya ide paling gokil: candle light dinner di tempat jemuran ruko lantai dua!"

Mereka semua menoleh ke Yasser, lalu tertawa lepas.

"Maksud kau... tempat jemuran yang buat ngejemur?" Medi tergelak.

"Beneran, Bro! Bayangin: lampu remang-remang, lilin kecil di sekitar jemuran, angin malam, suasana intim banget!"

Adimas ikut tertawa, tapi senyumnya tumbuh lebar. "Gue suka. Justru karena absurd, momen ini bakal keinget terus. Candle light dinner di tempat jemuran, ya? Deal."

Kang Fajri mengangguk. "Kalau begitu, kita siapin yang terbaik. Bukan cuma romantis, tapi juga sesuai karakter kalian."

"Tapi beresin dulu kerjaan kita, ya," Kang Fajri menepuk bahu Adimas.

"Siap!" seru mereka bertiga serempak.

***

Malam merayap pelan. Lampu-lampu rumah menyala seperti kunang-kunang yang menyaingi cahaya bulan purnama.

Lantai dua ruko, tempat jemuran yang biasanya berantakan, disulap jadi ruang terbuka kecil penuh pesona.

Satu jam lalu ruko sudah tutup. Masih ada waktu sebelum tengah malam. Cukup untuk persiapan.

Yasser menggantung lampu-lampu kecil berwarna kuning hangat di sepanjang tali jemuran. Cahaya lembut itu menari-nari, menciptakan suasana hangat dan intim.

Medi merapikan karpet kecil dan meletakkan bantal-bantal pastel agar Kirana dan Adimas bisa duduk nyaman.

Kang Fajri membawa nampan berisi lilin aromaterapi. Ia menyalakannya satu per satu, meletakkan dengan hati-hati di sudut-sudut ruangan. Harum lavender dan vanila pun mulai memenuhi udara.

Adimas berdiri di pojok, memperhatikan semua dengan senyum bangga-dan jantung berdegup kencang.

Bakal berhasil nggak ya? Jangan-jangan Kirana malah geli...

Sesekali ia mengintip ke pintu kamar, memastikan Kirana belum menyadari apa-apa.

Saat semuanya siap, Yasser dan kawan-kawan pamit turun ke bawah, sambil mengendap dan berbisik, "Semoga sukses," pada Adimas.

Adimas menarik napas dalam, lalu masuk kamar dan memanggil Kirana dengan suara manis.

"Ki, ayo ikut sebentar. Gue ada sesuatu buat lo."

Kirana menoleh dari lipatan baju di tangannya. "Apaan sih, Dim? Gue belum selesai beberes."

"Lima menit aja. Serius. Lo harus lihat ini."

Lihat selengkapnya