Gadis itu menyibak rambutnya ....
Bayangan wajah yang terpantul di cermin pun menyunggingkan senyum tipis di bibir merona yang polos itu.
“Lumayan, tidak begitu jelek,” gumam gadis muda tersebut. Ia mengambil tas dan segera berangkat ke sekolah setelah berpamitan dengan ibunya.
“Loh? Kamu tidak sarapan dulu?” tanya ibunya.
“Gak bu, nanti aku sarapan di jalan saja,” tukasnya sambil mengambil sepotong roti yang sudah diberi selai oleh ibunya.
“Ya sudah, kamu hati-hati di jalan!”
“Iya bu! Aku pergi dulu,” ucap gadis tersebut lalu berjalan cepat keluar rumah. Ia menyusuri jalanan yang biasa dilalui, sambil mengunyah roti di tangan dan melabuhkan kaki pada sebuah kediaman yang dipisahkan oleh tiga buah rumah dari tempat tinggalnya.
Tanpa menunggu aba-aba ia langsung membuka pintu rumah di depannya, “hai bu Ray, Deo sudah bangun?” sapanya sambil berjalan mendekati nyonya pemilik rumah.
“Sepertinya belum, bagaimana jika kamu bangunkan dia?” sahut bu Rayla yang sedang menyiapkan sarapan di atas meja makan.
“Oke!” jawab gadis tersebut, sambil mengacungkan jempol dan berjalan menaiki tangga ke kamar yang dituju. “Deo! Bangun! Nanti kita terlambat!” teriaknya membuka pintu kamar tanpa izin. “Eh, sudah bangun?” ia memiringkan kepala dan memasuki kamar.
“Sudahlah! Kamu kira aku masih ngorok?” pungkas laki-laki itu sombong. Ia pun memasang dasi dengan berkaca di depan cermin, menatap kegantengan yang takkan diakui teman-temannya.
“Mana tahukan? Ya sudah, ayo cepat! Nanti kita terlambat, ada ulangan loh!” ucap gadis itu lalu terburu-buru menyusun buku pelajaran dan memasukkannya ke dalam tas laki-laki tersebut.
“Mmm, sabar-sabar, orang sabar saku-sakunya lebar,” balas laki-laki itu sambil menyisir rambutnya. Ia pun menyisir rambutnya ke belakang dengan jari, lalu mengambil kacamata dan memasangnya, “oke, perfect!” katanya beralih mengambil tas.
Gadis itu hanya menatap teman bermata empatnya dengan pandangan malas. Mereka berdua pun keluar kamar dan menyusuri tangga menuju ruang makan.
“Ooh, sudah siap Deo rupanya, ayo makan dulu,” ajak bu Rayla yang tersenyum melihat keduanya.
“Iya bu,” angguk mereka berdua dan duduk di meja makan. Deo mengambil nasi goreng dalam porsi sedang, sementara gadis itu mengambil dalam porsi sangat sedikit.
“Segitu saja? Kamu lagi diet Vey?” tanya bu Rayla yang kaget dengan porsi makan Veyna sekarang.
“Tidak bu, aku cuma lagi gak nafsu makan,” Veyna pun mengunyah pelan makanannya.
“Lagi pula mau diet apa?! Badan sudah kayak sapu lidi tuh! Mau diet-diet apaan, nanti diterbangin angin pas jalan baru tahu rasa!” oceh Deo sambil melahap nasi gorengnya.
“Apaan sih kamu! Dasar cerewet!” gerutu Veyna memukul bahu Deo.
“Uhuk-uhuk ... Uhuk ...” Deo pun terbatuk-batuk akibat ulah gadis itu. Ia segera meminum air untuk menyelamatkan tenggorokannya.
“Adudududuhh ... Maaf Deo gak sengaja!” sahut gadis itu menggosok pelan punggung Deo.
“Kamu mau bunuh aku ya! Ya ampun, singkat ini nyawa kalau sama kamu Vey!” gerutu Deo jengkel.
“Sudah-sudah, jangan bercanda lagi Deo! Kamu pikir tipuan seperti itu bagus?!” oceh nyonya Rayla pada putra bungsunya. “Cepat habiskan dan segera berangkat ke sekolah, apa kalian gak sadar kalau nama kalian itu sudah tercemar karena sering terlambat?!” nyonya Rayla tampak sedikit geram.
“Iya bu,” jawab keduanya dengan patuh dan mengangguk, seolah-olah sedang diperintah bos besar dalam menjalankan misinya.
Mereka berdua segera menyelesaikan makan dan berangkat ke sekolah setelah berpamitan pada nyonya Rayla. Seperti biasa, keduanya berangkat ke sekolah memakai motor Deo.
Sesampainya di parkiran sekolah, “hah ... Capek, lelah, ngantuk, ingin libur saja rasanya sekarang,” oceh Veyna sambil memijat kedua alisnya.
“Ya sudah, kamu cabut saja, tapi jalan kaki ya,” balas Deo lalu meninggalkannya di parkiran. Veyna yang kesal dengan ocehannya pun langsung menyusul langkah kakinya.
“Dasar kamu ya! Larang kenapa?! Atau kita cabut bersama! Gimana sih jadi teman!” pungkas gadis itu sambil memukul lengan Deo dengan keras.
“Aaww! Bisa gak sih kamu tuh sehari gak mukul-mukul! Badanku cuma tulang! Nanti kalau keropos kamu tanggung jawabnya gimana?” oceh Deo sambil mengelus-elus lengan kurusnya.
“Makanya gendut! Kurus dipelihara! Bwee ...” cibir Veyna, ia pun berjalan duluan memasuki kelas.
“Woi Vey, si cebol mana?” tanya Radit padanya.
“Tuh di belakang!” balas Veyna sambil mengangkat jempol dan menunjuk ke belakang. Tak lama Deo pun muncul di pintu dengan langkah santai.