Just Friend's Scenario

Vina Marlina
Chapter #10

Sedalam Cintamu

 "Teteh, kita pulang, ya. Wilujeung istirahat... Soalnya bentar lagi Teteh pasti nggak bakalan bisa istirahat sama sekali, hihihi..."

Dua penata rias yang sedari tadi mengekori Kirana selama prosesi pernikahan, keluar dari kamar setelah menutup pintu rapat-rapat. Cekikikan.

Kirana acuh tak acuh. Ia kini sudah mengenakan piyama berwarna pink favoritnya. Ditujunya ranjang lalu merebahkan diri ke atasnya. Berbaring terlentang.

Kelopak-kelopak bunga berbentuk love hasil kreasi mami pun berhamburan ke segala arah.

"Ah, legaaa....." desah Kirana penuh syukur. Tiga jam harus mengenakan siger lumayan berat, membuat kepalanya lumayan pening. "Akad aja begini ribetnya, gimana resepsi nanti. Dimas kan orang Jawa. Nanti mungkin bakal pakai adat Jawa kali," gumamnya, membayangkan kemungkinan ke depan sembari menatap cincin platina di jari manisnya.

Kirana yang memang pada dasarnya malas shopping, menyerahkan pilihan desain cincin sepenuhnya pada Adimas dan Bunda. Tapi, ternyata cute juga modelnya kalau dilihat-lihat. Simpel dan cantik. Semakin dilihat, semakin ia terpesona.

Pada saat itu, mami tiba-tiba mengetuk pintu kamar dan menerobos masuk, meski Kirana belum memberi jawaban.

"Kiki... Loh!" Langkah mami terhenti. "Anak ini bener-bener keterlaluan."

Hancur sudah imajinasi indah mami yang berangan-angan bisa mempersembahkan kamar pengantin impian! Maklumlah, waktu mami menikahi papi dulu, belum musim ornament-ornamen romantic seperti sekarang. Mana minim dana lagi. Makanya, kali ini mami all out dalam persiapan. Eh, siapa sangka pemandangan yang dilihatnya adalah Kirana yang leyeh-leyeh di kasur, merusak mahakaryanya yang sudah dibentuk susah payah, pakai piyama belel pula.

Dasar!

Tak bisa menahan geram, beliau berkacak pinggang, bertepatan dengan Kirana yang meliriknya.

"Kenapa, Mi?" tanya Kirana dengan wajah tanpa dosa.

"Bangun kamu, Ki!" bisik mami panik, melangkah hati-hati melintasi beberapa lilin hias yang sengaja mami letakkan penuh gaya di lantai, kemudian meraih gaun tidur yang tergantung di atas kastok di dalam lemari baju dan menyerahkannya pada Kirana "Ganti baju kamu, cepetan! Keburu Dimas ke sini, ntar!"

Terpaksa Kirana menurut. Energinya sudah terkuras habis beberapa hari ini. Tak sanggup kalau harus melayani pertengkaran lagi. Namun, bola matanya melebar begitu melihat model baju di tangannya.

Kain satin merah super minim, dengan dua tali tipis di bagian pundak. Dan yang paling membuatnya shock, hanya ada lilitan pita di bagian dada. Kalau tali pita itu ditarik, apa jadinya coba.

Kirana memasang tampang jijik.

"Mi, kira-kira aja! Nggak mau aku pake baju kayak gini!" pekiknya, menjauhkan gaun itu.

"Anggap aja ini request mami. Besok lusa kan mami pindah," kata Mami tak mau kalah, mengambil alih gaun di tangan Kirana lalu mulai membantu mencopot kancing piyama puterinya.

Kontan Kirana merengek. "Aaaah, Mami mah!"

"Hus! Diem, Ki. Ini demi kamu juga. Ibadah pertama itu kudu berkesan. Bakal terkenang-kenang seumur hidup soalnya."

"Aaaaah...!"

Kira-kira satu jam kemudian.

Adimas melangkah naik menuju kamar Kirana. Disekanya keringat di sekitar leher dan wajahnya. Kalau saja bukan karena mami turun tangan menegur suaminya, pasti ia akan lebih lama dipaksa mendengarkan 'ceramah' berbau ancaman papi semalam suntuk.

Di setiap pijakan tangga, Adimas sibuk mengkompromikan debaran jantungnya sendiri supaya lebih tenang. Sejujurnya, ia masih belum bisa percaya kalau malam ini nyata. Ketika sudah berada di depan pintu, ia sengaja berhenti sejenak untuk mengendalikan perasaan sekaligus mengatur napas.

Pertemuan pertama dengan Kirana sebagai isterinya. Adimas menghela napas sebelum memutar pegangan pintu. Lalu, ia pun ternganga.

Hanya satu kata. Magis.

Lihat selengkapnya