Just Only Married

Melita Nurhasanah
Chapter #4

Bab 4 - Di Luar Kesepakatan

Mobil Bian berhenti di depan rumah bergaya modern klasik dengan taman yang terlalu rapi untuk disebut alami. Cynara menarik napas panjang sebelum turun. Dia sempat mengintip pantulannya di kaca jendela. Gaun satin sederhana, rambut digerai. Terlalu santai? Atau terlalu berlebihan? Ah, terlambat untuk pulang ganti.

“Siap?” Bian membuka pintu untuknya, santai seolah mereka mau arisan biasa.

“Siap sih, cuma… kalau aku kabur sekarang masih sempat, nggak?” Cynara mendesis pelan. Bian hanya senyum, menggandengnya masuk.

Mama Bian menyambut di ambang pintu. Gaun merahnya mengkilap, gelang emasnya mencolok, wajahnya seperti baru diberi filter cantik dari aplikasi kamera berbayar. Benar-benar definisi Ibu-ibu kekinian. 

“Cynara, ya?” suaranya ramah, tapi matanya menyapu dari atas ke bawah, menilai.

“Iya, Tante. Terima kasih sudah mengundang saya main kerumah,” jawab Cynara, nada aman, senyum tiga perempat.

Mereka duduk di ruang tamu yang seperti showroom majalah interior, coffee table kaca, lilin aromaterapi, dan rak penuh buku yang sepertinya hanya jadi dekorasi.

Mama Bian memulai percakapan dengan ringan. “Kamu tahu, baru kali ini Bian buka-bukaan masalah pacar. Biasanya yang tante liat di sosial media itu hanya tentang kerjaan dia. Jadi pas tahu kamu pacar resmi Bian… Tante minta dia untuk bawa kamu kesini.”

Cynara hanya angguk-angguk, pura-pura paham. Mama Bian tampak akan terus berbicara tanpa henti. Yang perlu dilakukan Cynara, tersenyum dan mengangguk.

“Bian tuh sudah beberapa kali Tante kenalin sama yang bibit bobotnya bagus,” lanjutnya. “Anak konglomerat, model internasional, bahkan satu itu finalis Miss Grand… cantik, tinggi, kaya. Eh, kamu kenal?” Senyum Mama menusuk.

“Maaf nggak tahu, Tante,” jawab Cynara, sambil meremas ujung gaunnya di pangkuan. Mendengar sosok yang orang tua Bian carikan untuknya. Jelas standar yang dibuat jauh sangat tinggi. Cynara tidak ada apa-apanya dari sosok-sosok itu.

Mama Bian mengangkat alis, lalu meraih satu buku di meja. “Tante sempat cari tahu tentang kamu. Ternyata kamu itu penulis. Tante beli novel kamu. Lumayan, cuma… terlalu jinak buat selera Tante. Hidup Tante aja lebih dramatis.”

Cynara hampir tertawa kalau saja itu bukan sindiran halus. “Aku buat lebih jinak karena pasarnya masih anak-anak remaja sih Tante.”

“By the way, kapan kalian berencana menikah?” tanya Mama Bian tiba-tiba, seperti nembak pertanyaan di TV quiz.

Cynara menoleh ke Bian sepersekian detik, lalu menjawab dengan senyum diplomatis. “Semua tergantung Bian. Dia yang masih sibuk.”

“Bian!” suara Mama naik satu oktaf. “Mama udah yakin dari awal. Masalahnya itu di kamu. Kamu tuh sibuk terus! Restoran, acara ini itu. Kalau begini, Mama tarik modal kamu!” matanya melirik Cynara yang mulai tertunduk, “Pacar kamu saja sudah siap, mau alasan sibuk sekarang. Kayak nggak bisa dikerjakan besok-besok aja.”

Bian hanya tersenyum tipis. “Mama mau menantu mama nanti makan angin?” menyeruput kopi dengan santai, “Mama tunggu saja waktu.”

Mama mendengus. “Mau nunggu sampai kapan?”

“Tenang aja, Tante. Kami lagi susun rencana,” selip Cynara, mencoba jadi penetral yang malah bikin Mama makin mendelik.

Bian cepat-cepat berdiri. “Kalau gitu, kita pamit dulu, Ma. Masih ada acara.”

Mama Bian belum puas, tapi tidak menahan. Cynara hanya mengikuti Bian. Dia juga tidak sanggup membayangkan pertanyaan apa lagi yang akan diajukan oleh Mama Bian.

*****

Bian hanya bilang, kalau acara yang mereka akan hadiri hanya acara biasa. Acara itu ternyata pesta komunitas influencer di rooftop hotel bintang lima. Musik EDM, lampu neon, orang-orang berdandan seperti siap ke festival musik.

Lihat selengkapnya