Just Only Married

Melita Nurhasanah
Chapter #5

Bab 5 - Cincin Yang Belum Siap

Pagi itu, jam weker terus berbunyi nyaring. Meraba-raba sisi kasur mencari ponselnya.  Hanya sebelah mata yang dibukanya. Ponsel itu masih dalam keadaan mati sejak semalam. Dia menekan tombol power. Dan beberapa saat ponsel itu hidup dengan keriuhan suara notifikasi yang tidak berhenti. Cynara tidak berhenti menggeram karena kekacauan yang terjadi.

Sungguh menyebalkan. Sungguh merepotkan.

Suara ketukan pintu itu terus terdengar. Cynara bisa mendengar suara adiknya, Mita sedang membuat keributan. Tentu saja karena berita lamaran itu. Kini ia bisa mendengar suara menggebu-gebu dari mama nya yang terus memanggil Namanya.

Cynara membuka pintu dengan muka bantal. “Ada apa, Ma?”

Wajah berseri-seri tergambar jelas, “Kamu beneran dilamar Bian?” Cynara hanya mengangguk, “Kapan akan lamaran resminya?” dibalas dengan gelengan kepala. “Atuh minta kepastian Cycy… biar mama bisa siapin semuanya.”

Sambil berjalan keluar kamar melewati Mama nya yang sedang semangat itu. “Aduh Ma, baru juga semalam dilamar. Nanti aku tanya Bian.”

Di ruang makan, ayahnya sudah duduk dengan koran dan kopi. “Selamat ya, Nak. Papa tunggu kapan bisa ketemu Bian buat ngobrol.”

Cynara duduk, mengambil roti tawar, mencoba netral. Matanya turun ke tangan kiri: cincin itu masih melingkar, dingin tapi berat. Seolah menempel pakai lem permanen.

Bagus, setelah ini akan banyak drama yang tercipta.

Sarapan jadi hambar. Melihat isi pesan yang mencapai ratusan itu membuatnya pusing. Saat membuka notifikasi email masuk di ponsel, sebuah subjek membuatnya berhenti mengunyah.

Offering: Film Adaptation Proposal – “Sepasang Sepatu Merah Muda”

Matanya membesar. Itu judul novel terbarunya. Tangan yang tadi gemetar karena tekanan keluarga, sekarang gemetar karena harapan.

“Gila…” bisiknya, senyum akhirnya muncul. Bian, cincin, lamaran, gosip—semua mendadak blur di kepala.

*****

Siang harinya, Cynara duduk di ruang tunggu rumah produksi. Gedungnya modern minimalis, penuh poster film box office. Saat pintu meeting room terbuka, dia nyaris menjatuhkan tas. Beberapa staff masuk. Dan seseorang yang masuk paling akhir itu mampu membuatnya terdiam beberapa detik.

“Jehan?” suaranya tercekat.

Lihat selengkapnya