April 2014
Mei membuka perban di bawah matanya dua hari yang lalu ia melakukan operasi kecil untuk mengangkat tahi lalat di bawah mata, sebenarnya tahi lalat itu cukup ikonik dan Mei menyukai tapi ada alasan mengapa Mei harus menghapus dari wajahnya, cukup bagus cuma sedikit bekas dua atau tiga hari mungkin hilang.
Mei kegerahan dan membuka baju, tersisa kemben hitam ia menatap pantulan dirinya di cermin seluruh pundaknya nampak, sedikit di atas gundukan buah dada sebelah kanan ada tato bertuliskan Mei 98, lalu sebelah kiri, Mei mengeluarkan busa dari balik kemben, busa itu berfungsi sebagai pengganjal untuk menyeimbangkan bentuk payudaranya, nampak jelas di cermin, leher, dada hingga ke sebelah payudaranya rusak parah, terbayang kembali tragedi 16 tahun lalu penyebab lukanya, meski luka itu telah kering rasa sakit rupanya masih ia rasakan di hati
Setiap kali sendirian, ia menatap cermin melihat tubuhnya ia merasakan sensasi seperti dejavu. Hingga akhirnya Mei reflek berteriak, Mei berteriak sangat kencang, keringat dingin mengucur dari dahinya.
"Ada apa Mei?" Tanya Jefry panik mendengar jeritan Mei di kamar.
Melihat penampilan Mei, Jefry tau penyebabnya, ia menghampiri Mei dan memeluknya, meraih balzer yang di pakai Mei sebelumnya, lalu memakaikan kembali ke tubuh Mei.
"Tenanglah, jangan takut tidak ada yang menyakitimu." Jefry menepuk-nepuk bahu Mei untuk menenangkan.
Sesaat nafas Mei yang memburu perlahan normal tanda ia mendapatkan ketenangan. Jefry membawanya ketepi ranjang untuk duduk.
Lalu Jefry bangkit keluar kamar, tak lama kemudian ia masuk lalu menyodorkan obat dan segelas air. Mei menatap Jefry.
"Aku kira kamu tidak menyimpannya lagi."
"Beruntung masih aku simpan, karena ternyata kamu masih membutuhkan."
Mei meraih obat dan air lalu meneguknya. Cukup lama Mei kembali mengonsumsi obat penenang, Mei perlahan berbaring obatanya bereaksi cepat, Jefry menarik selimut untuknya.
"Jangan pergi Jef."
"Tentu, aku tidak akan meninggalkanmu, istrahatlah nanti kalau kamu bangun akan ku tunjukkan sesuatu."
Mei akhirnya terlelap, Jefry hanya berharap kepedihan 16 tahun lalu tidak muncul di mimpi Mei.
Mei tidur sekitar 2 jam, ia terbangun mendengar suara tv yang di setel Jefry dengan volume tinggi.
"Kenapa kamu nonton dengan volume suara tinggi, aku jadi terbangun."
Jefry tidak peduli keluhan Mei, ia memang sengaja meninggikan volume agar Mei bangun dan berhasil. Jefry menunjuk tv siaran tentang pemilihan dewan rakyat.