Dari atas balkon Jefry melihat Mei olahraga pagi dengan sepeda, Jefry tersenyum, setelan baju yang di pakai Mei agak ketat mengekspos kulit mulus dan proporsi tubuh ideal.
Mei mengayuh sepeda hendak berkeliling komplek perumahan dan mengintari taman komplek ini. Mei menikmati udara pagi yang masih segar, tapi tiba-tiba ia di kejutkan dihadapannya ada gadis kecil yang juga bersepeda terjatuh, Mei panik dan bergegas menolong. Gadis kecil itu menangis ada luka di lutut, sesaat Mei menatap gadis itu, familiar seperti Mei pernah melihat dia sebelumya. Mei membawanya ke tepi jalan.
"Sayang, kenapa sampai terjatuh, mana orang tuamu?"
Gadis kecil itu tidak menanggapi tapi terus menangis, Mei mengeluarkan tissue menyeka lembut luka di lutut gadis kecil
"Apa yang terjadi?" Seorang pria muncul tak kalah panik. Mei sejenak tertegun melihat pria itu.
"Your daughter?" Mei menebak.
"Ya."
"What are you doing, where Mommy or Nanny."
"Hmm."
"Don't leave she alone." Ucap Mei dengan mata tajam dan nada tinggi ke arah pria itu
"Sorry I'm on call." Ucapnya nampak menyesal
Gadis itu menghampiri lalu membenam di pelukan Ayahnya.
"Lain kali tolong lebih perhatian."
"Baiklah, terimakasih."
Mei mengusap kepala gadis kecil itu.
"Tidak apa-apa sayang jangan menangis."
"Sekali lagi terimakasih."
Mei mengangguk, lalu kembali melanjutkan bersepeda, Mei sekali melirik pria itu, ia berpikir kesan yang di tinggalkan bagi pria itu, Mei sengaja sedikit menghardik.
Mei bersepeda telah dua kali mengintari taman, dan ia rasa kini cukup lelah, akhirnya ia pulang sambil terus memikirkan pria tadi.
Mei sampai di depan rumah, hanya menepikan sepeda lalu hendak masuk, sebelum itu Mei melihat asap, asap yang bersumber dari rumah sebelah. Tiba-tiba Mei merasa mual, jantungnya berdegup kencang, keringat dingin mengucur, suara-suara riuh mendadak muncul di pendengarannya, badannya lemah hampir saja ia tak mampu menopang tapi beruntung Jefry sigap merangkulnya lalu membawanya masuk. Mei duduk di sofa, Jefry menyodorkan segelas air.
"Beri aku obat Jef."
"Cukup Mei, jika kamu terus bergantung pada obat tujuanmu tidak akan pernah bisa kau gapai."
Mei menarik nafas panjang sejak tinggal di kawasan ini dan melihar lagi keluarga Benny Chandra, Mei menjadi sedikit rapuh, obat penenang yang lama tidak ia konsumsi lagi, sekarang ia menjadi butuh.
"Aku kira phobia asap dan melihat dirimu sendiri di cermin sudah teratasi tapi ternyata belum."