Justin & Misteri Puding Merah (bagian 1)

Arzen Rui
Chapter #4

EMPAT

Sebelum keluar kelas, aku melihat ke luar jendela. Aku melihat ada seorang perempuan. Aku memperhatikan perempuan itu, dia berdiri di depan gerbang sekolah sambil menoleh ke kanan dan kiri. Sementara ruang kelas sudah kosong, aku masih duduk diam di dalam kelas dan terus memperhatikan perempuan yang tampak mencurigakan itu. Kelasku berada di lantai satu. Seharusnya dia tidak menyadari kalau aku sedang memperhatikannya. Dilihat dari ciri-ciri fisiknya hampir sama dengan perempuan yang sebelumnya kulihat di daerah sekitar tempat tinggalku. Tapi warna dan model rambutnya berbeda dengan perempuan muda yang kulihat sebelumnya. Berkat pancaran sinar matahari, wajahnya terlihat dengan jelas oleh mataku yang sedari tadi memandangnya. Wajahnya mengindikasikan bahwa dia bukanlah orang asli Indonesia, tinggi badannya proporsional seperti seorang model. Jika dia perempuan yang sama dengan yang kutemui beberapa hari sebelumnya, maka ini kesempatanku untuk memperbaiki kesalahanku dalam menganalisisnya.

Sudah saatnya aku mendekat dan memperjelas semuanya. Semakin lama aku di kelas, maka akan semakin malam aku sampai di rumah.

Dia menghilang. Setelah aku memalingkan pandanganku sebentar, dia langsung lenyap begitu saja dalam sekejap. Ke mana dia pergi? Aku berjalan dan berdiam diri sebentar di tempat dia berdiri tadi. Memandang ke mana dia memandang tadi. Mencoba melihat apa yang dia lihat dari tempat dia berdiri sebelumnya. Aku berusaha memahami gerak-geriknya tadi. Apa yang dia dengar dari para siswa yang baru saja pulang?

Matanya tidak tampak cemas maupun gelisah. Tingkahnya seperti sedang menunggu seseorang. Tidak ada apapun di sekitar tempat dia berdiri tadi. Dalam pandangan umum, gelagatnya memang tidak mencurigakan. Tapi sikapnya terlalu aneh bagiku. Aku tidak percaya dengan kebetulan, tapi aku percaya dengan yang namanya takdir. Dia tidak mungkin secara kebetulan menghilang di saat aku keluar kelas. Sejak aku memperhatikannya, aku tidak melihat ada kendaraan satu pun yang mencurigakan yang lewat di depan sekolahan. Siapa yang dia intai? Dan, di mana targetnya berada? Siapapun dia, dia sangat tangkas. Entah sengaja atau tidak, dia memanfaatkan jeda saat aku mengalihkan pandanganku. Sebaiknya aku kembali ke rumah saja, dan menikmati segelas teh hangat. Aku khawatir kalau aku sampai di rumah sedikit malam, udara akan menjadi lebih kejam padaku.

Dua hari kemudian, ada kasus pembunuhan terjadi di dekat sekolahku. Aku tidak bisa mendekat karena ada garis polisi yang membentang di sekitar TKP. Tapi aku berhasil mengintip dan melihat seperti apa sosok korban itu. Dari yang kulihat, dia adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi yang sangat kurus, di hidungnya terdapat luka bekas pukulan yang membuat hidungnya kini menjadi bengkok. Di bibirnya ada sedikit busa, di pipinya banyak sekali luka lebam, jelas dia habis dipukuli habis-habisan oleh si pelaku. Menggunakan kemeja warna biru dengan bermotif garis-garis putih. Rambutnya sangat berantakan, di saku kemejanya menyembul sebuah sisir. Dia berpenampilan rapi di Minggu pagi, siapa yang mau dia temui dengan penampilan seperti itu. Terlalu banyak petugas di TKP, mereka semua menghalangi pandanganku. Aku tak bisa membentuk sebuah deduksi. Sebuah data yang lengkap dibutuhkan untuk membuat sebuah kesimpulan. Tanpa data yang lengkap, semua penalaranku tadi hanya akan menjadi sebuah hipotesis semata. Sebagai pengamatanku yang terakhir sebelum meninggalkan TKP, salah satu petugas itu bergeser sehingga aku pun bisa melihat ada banyak sekali bercak darah yang ada di kemeja bagian perut korban.

Lihat selengkapnya