Justin & Misteri Puding Merah (bagian 1)

Arzen Rui
Chapter #6

PEREMPUAN BERNAMA CLAIRE

Aku langsung meluncur ke tempat itu dengan taksi. Setelah sebelumnya naik kereta dari stasiun pasar Minggu. Karena kondisi lalu lintas yang tidak begitu padat, dalam lima belas menit aku sudah sampai di tempat yang aku tuju. Aku keluar dari taksi, dan membayar biaya perjalanan. Lalu aku pergi ke alamat yang kudapat dari menguping pembicaraan para polisi tadi. Setelah sekitar dua menit mencari alamat yang dimaksudkan, aku menemukan sebuah kos-kosan di jalan Talib di kecamatan taman sari. Sebuah kos-kosan yang cukup besar. Dihuni oleh laki-laki dan perempuan, mereka dicampur menjadi satu di satu tempat. Aku bisa memaklumi kalau dia ngekos di sini. Tapi kenapa dia sampai pergi ke Jakarta Selatan hanya untuk joging? Kenapa dia repot-repot?

Aku berjalan masuk. Bertanya pada siapapun yang aku temui saat memasuki rumah itu.

Seorang laki-laki muncul di hadapanku dan menatapku sejenak, lalu menghampiriku. “Ada yang bisa saya bantu?” katanya dengan sopan.

“Saya mencari penghuni kos bernama Claire, dia ada di sini?”

“Claire? Anda mencari dia?” tanyanya.

“Iya, dia benar tinggal di sini ‘kan?”

Laki-laki itu mengantarku ke dalam. “Ia ada di dalam. Ia sudah menunggumu.” Kata laki-laki itu sambil mengantarku ke kamar Claire.

“Terima kasih.” Kataku mengangguk. Dan laki-laki itu pun menghilang dari hadapanku.

Laki-laki itu bilang, perempuan ini sudah menungguku. Dia sudah tahu kedatanganku? Terserah, yang pasti aku harus mencari tahu detail lainnya sebelum para petugas kepolisian itu datang kemari. Beruntung aku bisa sampai lebih dulu. Aku mengetuk pintu kamar. “Come in.”

Setelah membuka pintu kamar, sesosok perempuan terlihat duduk bersandar di atas ranjang dan menatapku dengan tatapan mata yang tajam. Dia belum mengucapkan sepatah kata pun setelah aku masuk ke kamarnya. Aku berusaha melakukan penalaran padanya. Aku mencoba membacanya. Percuma, dia sepertinya sudah tahu kalau aku mau membacanya. Dia duduk di sisi paling gelap di ruangan ini. Sementara dia tertutupi sisi gelap ruangan ini, aku kebalikannya, seluruh sinar matahari memancar dengan terang dari jendela langsung mengarah ke seluruh tubuhku. Seolah dia sudah merencanakannya dan sengaja agar aku mencarinya dan datang ke tempat ini.

“Silakan duduk, kau mencariku?” katanya, sambil mendorong sebuah kursi kayu ke arahku.

Lihat selengkapnya