“Aku ingin menjelaskannya padamu. Tapi seperti katamu, sebelum memulai penyelidikan kasus milikku, kita selesaikan dahulu kasus yang sedang kau coba selidiki,” katanya, lalu meneguk sampai habis teh hangat miliknya. “Karena itu aku menyarankanmu untuk segera menyelesaikan kasus yang sedang kau coba tangani itu dengan cepat. Kasusku lebih sulit dan rumit penyelidikannya.”
“Baiklah, akan kucoba menahan rasa penasaranku. Sebelum aku pulang, karena ini sudah malam juga. Dari mana kau tahu tempat tinggal keluarga si perempuan? Dari penjelasanmu, aku tidak mendengar ada kalimat bahwa kau membuntuti mobil hitam itu.”
“Itu,” Claire terkekeh. “Aku memotret seperti apa mobil itu, termasuk pelatnya walaupun ada kemungkinan mereka menggantinya. Aku bertanya pada para gelandang atau pemulung yang ada di jalanan, serta pengamen dan sebagainya. Aku memanfaatkan semua orang yang banyak menghabiskan waktu mereka di jalanan. Walau keberadaan mereka tampak mengganggu, terkadang mereka bisa berguna di saat-saat seperti ini,” Claire menggosok telapak tangannya. “Sekarang kau sudah paham? Jangan lupa tutup pintunya.” Claire pindah ke tempat tidur, dia langsung berbaring di ranjangnya. “Ada apa?”
“Aku seperti mengenal metode pencarian seperti itu. Mungkin hanya firasatku saja. Aku pergi.” Kataku pergi.
Sesampainya di rumah, aku memasak air untukku mandi. Aku baru sadar kalau aku sejak tadi sore belum mandi dan juga makan malam. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Karena sibuk menyelidiki kasus dugaan pembunuhan berencana, aku lupa berbelanja bahan-bahan makanan. Besok sudah hari Senin, aku tidak punya bahan untuk dimasak untuk sarapan besok. Warung sayur pun tentu sudah tutup. Di dalam kulkas hanya ada satu buah telur saja, sedangkan di dalam rak makanan hanya ada sebungkus mi instan yang kemarin kubeli. Aku rasa malam ini aku masih bisa makan dengan bahan makanan yang kusebutkan tadi.
Panci tempat aku merebus air sudah berbunyi dan mengeluarkan uap banyak sekali. Aku lebih baik menyegarkan tubuhku dengan air hangat terlebih dahulu.
Selesai mandi aku memasak air lagi, kali ini untuk memasak mi instan dan telur. Aku semakin bingung sekarang, aku sudah tidak punya beras untuk dimasak lagi ternyata. Sekarang pun aku hanya makan mi instan dan telur saja.
Esok paginya, aku tidak bangun seperti biasanya. Aku bangun pukul enam pagi. Dan dari sejak aku mulai mengguyur tubuhku sampai aku mengeringkan tubuhku dengan handuk, ada sebuah suara ketukan di pintu sangat keras dan mengganggu terdengar sampai ke dalam. Suara ketukan itu benar-benar mengisi seluruh ruangan di rumahku. Seperti bel yang terus berdering tanpa jeda.
Selesai menggunakan seragam, aku membuka pintu. Di balik pintu itu berdiri seorang perempuan, dia adalah Claire. “Lama sekali kau membuka pintu. Aku pegal berdiri terus.” Claire menerobos masuk.