Jarang sekali udara di Jakarta sedingin ini. Jika nanti malam hujan, itu bisa menjelaskan kenapa sore ini dingin sekali. Kalau nanti malam tidak hujan, mungkin ada seorang peramal yang mengutuk kota ini. Aku kembali ke tempat kos Claire dalam rangka untuk membahas lagi kasus yang kemarin sempat merusak pagi indahku. Rencana Claire yang kutahu hanya sebatas bahwa dia akan menggunakan dirinya sendiri sebagai umpan untuk memancing para pelaku. Dia sudah menunjukkan wajahnya dan keberaniannya di hadapan salah satu pelaku. Jika para pelaku itu bodoh, mereka akan mengejar Claire untuk membungkamnya selama-lamanya. Dan semoga saja mereka bodoh agar kami berdua bisa menangkap mereka semua dan menjebloskannya ke dalam jeruji besi.
Ada beberapa angkutan umum yang lewat saat aku berdiri di pinggir jalan, mereka tidak berhenti. Yah, aku bisa melihatnya sendiri kalau semua angkutan umum yang lewat tadi sudah penuh. Setelah itu ada sebuah taksi yang berhenti di depanku. Pintu taksi itu terbuka, dan Claire keluar dari dalam taksi itu. Dia keluar sambil melambai kepadaku. “Hai!” katanya.
“Hai….” Aku menyapanya balik. “Kenapa kau membiarkan taksi itu pergi?”
“Aku kemari bukan mau menjemputmu. Aku kemari untuk mengajakmu kembali ke rumahmu.”
Memangnya ada kasus di dekat rumahku ya?
“Ada sebuah kasus yang terjadi di dekat rumahku?”
“Tidak, tidak ada. Akan kuceritakan dalam perjalanan nanti. Sebaiknya, sekarang kita masuk dahulu ke dalam kereta.” Kata Claire, sambil melintas melewatiku dan melemparkan sebuah jaket merah padaku. “Pakai ini. Kita akan bertualang sampai malam, kau bisa masuk angin nanti kalau kau tidak memakai pakaian hangat. Oh iya, itu jaket milikku. Jangan lupa kembalikan besok.”
“Jadi, ada apa? Ada kasus baru lagi atau ada yang mengejarmu?” tanyaku.
Claire melihat-lihat ke sekitarnya. “Orang itu, dia sekarang mengajakku bermain.” Bisik Claire.
“Siapa?”
“Pelaku dari kasus aneh yang sedang kuselidiki.”
“Kau sekarang sedang melarikan diri darinya atau sedang mengejarnya?” aku memandang Claire dengan tatapan penasaran.
“Dua-duanya.”