Juuni

Andin FN
Chapter #7

Serakah dan Egois

"Tidak apa, Juuni. Aku merasa bersalah karena memakan waktu yang lebih lama dari perkiraanku."

Kuangkat sedikit kepalaku dari bantal yang sudah basah karena air mata. "Apa yang sebenarnya terjadi hari itu? Hari di saat kamu pergi?"

"Aku membuat perjanjian dengan Nona Sora. Aku bilang, biar aku yang pergi supaya dia membiarkanmu tetap di sini. Hari itu aku langsung minta Tai-i yang lama untuk merekomendasikan aku pergi ke Jakarta. Berbekal surat rekomendasi itu, aku bisa menjadi tentara di sana."

"Lalu apa yang terjadi di Jakarta?" Aku belum pernah mendengar cerita tentang Batavia yang sekarang sudah berganti nama jadi Jakarta. Meskipun sambil menahan malu dan sakit pada bokong, aku tetap tertarik untuk mendengar cerita Daiki.

"Di Jakarta..." Daiki berdehem. "Aku sedikit malu menceritakan ini padamu. Yang jelas, aku di sana bertindak seperti penjilat. Aku ingin segera naik pangkat, supaya bisa menemuimu lagi di sini."

Keningku berkerut hingga hampir menyatukan alis. "Naik pangkat?"

"Aku di sana berhasil dekat dengan Taisa atau setara Kolonel kalau kamu pernah mendengar. Aku berhasil menjadi orang kepercayaannya. Aku juga berhasil menjadi Tai-i di daerah sekitar Priangan selama hampir satu tahun. Lalu ketika aku mendengar Tai-i di sini akan dipindahkan ke Indonesia bagian timur. Aku segera meminta Taisa untuk merekomendasikanku pindah ke sini pada Chujo. Dan begitulah akhirnya, aku bisa menjadi Tai-i di sini."

"Tunggu. Kamu bilang jadi Tai-i di sini? Apa tempat ini punya dua Tai-i sekarang?" 

Daiki tertawa. "Tidak mungkin satu batalion punya dua Tai-i. Hanya aku satu-satunya Tai-i di sini."

"Sebentar. Lalu siapa pria yang aku sambut tadi sore?"

"Dia adalah asistenku, Yamada. Acara penyambutan sudah direncanakan sore hari. Aku datang terlalu cepat. Sehingga dari kereta, aku langsung ke rumah yang disediakan untuk Tai-i. Namun, karena aku merindukanmu aku nekat menerobos hujan di pagi tadi. Aku langsung menuju ladang tebu. Rinduku sedikit terobati pagi tadi, ketika kamu berada di ambang pintu pekarangan belakang."

Ah. Sekarang jelas sudah. Aku tidak berkhayal. Artinya pagi tadi memang aku melihat Daiki di sana. "Tapi kenapa kamu tidak langsung menghampiriku di kamar saja?"

"Karena Nona Sora belum tahu siapa Tai-i yang baru. Dan acara penyambutan diadakan sore. Kalau aku langsung datang, pasti dia akan mengusirku. Aku ingin muncul dengan gagah dan meremehkannya ketika muncul sebagai Tai-i yang baru. Aku juga ingin memberimu kejutan sore tadi."

"Tapi sore tadi–"

"Siang hari aku dapat pesan dari Taisa yang mempercayaiku di Jakarta. Dia datang dari Jakarta ke area Surabaya. Ia memintaku datang untuk menemaninya jalan-jalan. Sehingga acara penyambutan hanya dihadiri asistenku."

Kuanggukan kepalaku. Jujur aku merindukannya. Bahkan sekarang untuk menoleh dan menatap wajahnya saja tidak bisa.

"Daiki. Apa aku harus memanggilmu Tuan mulai sekarang? Kamu adalah Tai-i yang baru di sini."

Pria itu tertawa. Ia berdiri dari kasur, aku bisa mendengar kasurku berderit. Pria itu melangkah mendekat dan berjongkok di samping kasur. Aku bisa melihat wajahnya. Matanya terlihat lelah. Rambut Daiki sekarang terlihat agak panjang jika dibandingkan dari ingatanku. Ia tersenyum. Aku rindu senyuman itu. Kurasakan tangan besarnya membelai lembut ujung kepalaku.

"Aku akan menikahimu, Juuni."

Mendengar kalimat itu, membuat aku merinding. Merinding dalam hal yang baik. Apakah penantian yang aku tunggu sejak dulu akan tercapai di depan mata?

"Tapi, bagaimana dengan Nona Sora?"

"Rumah bordil ini dibawah naunganku sekarang. Aku bebas menikahimu, tanpa harus mendapat izinnya."

Kedua mataku melebar. "Benarkah?"

Daiki menganggukkan kepalanya. "Kamu akan segera menjadi Nyonya Tanaka."

Aku tidak langsung menjawab. Dua mata cokelat gelap milik Daiki terlihat sangat antusias dan memiliki harapan besar dari pernikahan kami.

"Apa kamu bisa membebaskan gadis lainnya juga? Maksudku, um, kembalikan mereka ke kampung halamannya."

Wajah penuh harap Daiki berubah jadi kecewa. "Apa kamu tidak cukup menginginkanku saja, Juuni? Apa kamu harus begitu serakah sampai aku juga harus menolong temanmu? Kalaupun aku membebaskan teman-temanmu, gadis lain juga akan terus datang untuk menggantikan mereka. Karena memang dari pusat yang meminta setiap markas memiliki gadis seperti kalian. Aku tidak bisa berbuat jauh."

"Aku... Aku..."

Aku tidak tahu. Kalau aku membebaskan teman-temanku, aku akan dicap sebagai gadis serakah oleh Daiki. Namun, kalau aku meninggalkan mereka, aku akan dicap sebagai gadis egois oleh mereka. Aku tidak tahu harus bagaimana.

"Beristirahatlah malam ini. Aku sudah memerintahkan Nona Sora untuk tidak mengganggumu." Daiki berdiri, sepertinya ingin pergi dari kamarku.

Kuembuskan napas perlahan. Mungkin pembahasan ini terlalu berat untuk diucapkan di pertemuan pertama kami. Seharusnya aku lebih menyambutnya dan seharusnya aku bersikap antusias atas ajakannya untuk menikah. Daiki sudah berupaya begitu besar supaya bisa masuk lagi ke sini sebagai Tai-i. Seharusnya penantianku selama dua tahun tidak boleh sia-sia. Aku belum mendengar pintu kamar ini dibuka, Daiki masih di sini.

"Daiki..."

"Ya, Juuni."

"Aku akan menikah denganmu. Aku hanya menginginkanmu..."

dan kebebasanku.

Maafkan aku teman-teman. Maaf karena bersikap egois.

"Juuni, terima kasih."

Daiki kembali berjalan mendekatiku. Ia memutar tubuhku dengan hati-hati dan menutup rokku sampai lutut. Pria itu menggendongku dengan sangat lembut dan hati-hati. Tangan kanannya berada di punggungku, dan tangan lain berada di belakang lutut. Kulingkarkan tanganku di lehernya.

"Aku akan membawamu pergi."

"Ke mana?"

"Ke rumah kita."

"Apakah aku tidak bisa setidaknya berpamitan dulu pada teman-temanku besok?"

Daiki menggeleng. "Di sini kamu tidak mendapat perawatan. Aku tidak bisa membiarkanmu berlama-lama di sini. Kamu bisa datang lagi ke sini dan menemui temanmu, kapan pun kamu mau."

Lagi-lagi aku harus mengalah. Namun, Daiki benar. Aku bisa datang kapan pun aku mau. Setidaknya biarkan aku malam ini melepas rinduku padanya.

Di ruang tamu aku melihat beberapa tentara mengebulkan asap dari celah bibirnya. Rokok kretek berada di sela jari masing-masing. Ketika Daiki datang, mereka berdiri dan membungkuk hormat. Walaupun aku bisa melihat raut wajah mereka yang terlihat tidak suka dengan kedekatanku dan Daiki. Apalagi dari mereka yang pernah meniduriku, terlihat mendengkus di beberapa kesempatan. Di sana, juga ada Nona Sora yang sedang menyajikan teh-teh di cawan untuk para tentara itu.

"Aku akan membawa pergi Juuni," ucap Daiki pada Nona Sora.

Nona Sora juga terlihat tidak suka. Namun ia hanya bisa menunduk dan membiarkan Daiki membawaku pergi. Wanita itu mati kutu karena sekarang tindakannya berada di bawah komando Daiki. 

Lihat selengkapnya