Kabar dari Priangan

Ridhawd
Chapter #3

Di serambi Kiyai

Sang mega mendung menggantung di atas tanah Priangan, selepas sholat ashar para santri duduk berbaris takjim di hadapan Kiyai Ahmad, kitab mereka menganga terbuka.

"Ada segumpal darah yang tersimpan dalam rongga dada, dan semua tabiat manusia berasal darinya.." Kiyai Ahmad memulai dengan suara tenang.

"Itu adalah hati." Air langit mulai turun setetes di atas atap ijuk pesantren AS-Salam, harum tanah basah mulai semerbak memenuhi ruangan.

"Manusia yang ingin mengenal Tuhannya tidak cukup hanya dengan menghafal dalil dan hukum. Ia harus tenggelam dalam dirinya terlebih dahulu, menjaga isi hati, menjaga isi perut, menjaga segala emosi."

Kiyai Ahmad menatap para santri, memberikan ruang untuk mencerna.

"Kiyai.." Santri senior bernama Usman mengangkat tangan.

"Apakah dengan ilmu fikih belum cukup untuk mengenal Allah?"

"Ilmu Fiqih mengajarkan yang halal dan haram nak Usman. Ia sebagai pengendali dalam menjalankan kehidupan. Tetapi tasawuf, mengajarkan mengapa hatimu merasa gelisah ketika kau berbuat dosa."

"Taukah ananda santri sekalian, mengapa manusia tidak pernah merasa puas sekalipun kehidupannya dipenuhi dengan dunia?" Tanya Kiyai Ahmad menatap satu persatu santrinya.

Jaka Samudera yang sedari tadi merenung mengangkat tangan.

"Karena sejatinya manusia tidak mencari dunia.. Melainkan pada asalnya lah ia mencari."

Kiyai Ahmad tersenyum, meneruskan.

"Kau sudah mulai memahami.. Tapi mengenal Allah melalui akal berbeda dengan mengenal Allah melalui hati."

Para santri terkesima, pembelajaran ilmu tasawuf dalam kitab Ihya Ulumuddin memang selalu menyita perhatian. Hujan di luar mulai turun dengan deras, aroma kayu basah menemani pembahasan tentang bab ikhlas.

Lihat selengkapnya