Kabar dari Priangan

Ridhawd
Chapter #17

Yang mulai bermekaran (2)

Malam setelah sholat Isya ia datangi Asmarani di rumahnya, bersama dengan Aman. Gadis itu terlihat salah tingkah, ia hanya membuka pintu, menatap sebentar, dan kembali masuk memanggil Ambunya.

"Ini kan tamu untuk Rani. Mengapa Ambu yang dipanggil?" Radin Kartinah mempersilahkan Jaka dan Aman duduk.

"Ujang berdua ini santri Kiyai Ahmad, kan? Yang waktu itu membantu kerusuhan di rumah kami?" 

"Betul, Nyai Mas."

Asmarani keluar, menata air pada meja kayu. Jaka meliriknya, wajah itu tersenyum kecil.

"Haturnuhun... Ambu belum berterimakasih sama ujang semua. Siapa namamu?"

"Saya, Aman, Nyai Mas."

"Panggil saja Ambu. Dan kau?"

"Saya Jaka Samudera, Ambu." Radin Kartinah melirik pada anak gadisnya itu. Asmarani hanya diam menatap lantai.

"Jadi... Siapa yang mengantar siapa kemari?"

"Saya, Ambu." Jawab Aman tergopoh. "Saya hanya mengantar Kang Jaka, ingin bertemu Radin Asmarani, katanya." .

"Begitu, kiranya?" Radin Kartinah tertawa lembut, serupa dengan tawa milik Asmarani. "Benar begitu, Kang Jaka?"

Yang ditanya sedikit terperanjat, lalu mengangguk pelan.

"Benar, Ambu. Ada perlu."

"Baik begitu memang, menemui anak perawan harus di pelataran rumahnya...

Asmarani.. temani tamumu ini, Ambu masuk dulu."

Asmarani baru membuka suara saat Ambunya benar-benar masuk.

"Mengapa malam-malam begini ke rumahku?"

Suara jangkrik terdengar bernyanyi dari ladang, terbang bersama angin malam menggoyangkan sinar lampu cempor di pelataran rumah wedana. Aroma dupa menenangkan tercium dari dalam rumah.

Jaka melirik pada Aman, hanya tatapan tanpa suara. Aman tersenyum mengangguk.

"Aku duduk di samping saja, mau menatap bulan. Kau ikut Kang?"

"Tidak." Bulanku sudah ada di sini. Namun yang belakang itu hanya terucap dalam hati.

"Mau apa Kang? Terus terang aku tidak terbiasa menerima tamu laki-laki, apalagi malam hari begini."

"Aku tahu... Tapi tidak ada waktu lagi, besok pagi aku harus pulang ke Wengker." Asmarani sedikit terkejut, namun buru-buru Ia sembunyikan.

"Bukankah ujianmu belum lagi selesai?"

"Iyaa.. Tapi Bunda dan Rama memintaku untuk pulang." Ia melirik Asmarani yang hanya terdiam.

"Aku akan kembali lagi untuk melanjutkan ujian." Sambung Jaka menegaskan.

"Jadi?"

"Sebetulnya.. Ada satu hal yang belum aku katakan padamu, Asmarani." Asmarani menatap lekat wajah itu, segala yang ada padanya serba pantas bagi seorang lelaki, kulit coklat yang halus menambah manis senyum itu, dan... kumis tipis yang selalu tercukur rapi.

Lihat selengkapnya