Kabar dari Priangan

Ridhawd
Chapter #19

Restu Rama dan Bunda.

Malam di Wengker pada musim kemarau adalah dingin yang menembus tembok keraton, dingin yang menggigit tanpa hujan!

Di peraduannya, Adipati Wengker duduk dalam balutan selimut, sedang di bawah ranjang pada tikar beludru Jaka duduk dalam sembah yang teratur.

Aroma minyak tawon bercampur dengan dupa, nyala pelita gantung tak temaram memantulkan bayang dua lelaki itu.

"Bagaimana pelajaranmu di Priangan?" Adipati bertanya dalam.

"Tinggal menyelesaikan ujian akhir, Rama."

"Bagus. Bila telah selesai, kau langsung mendaftar kelas pegawai bumiputera."

Jaka terdiam, ia pernah mengalami ini dalam beberapa tahun belakang. Kalimat itu adalah perintah mutlak untuknya. Ia melirik cawan penuh terisi air kelapa, tersenyum kecil.

"Sendiko dawuh, Rama." Suaranya terdengar yakin.

"Tapi izinkan aku menunaikan kewajibanku dulu sebagai santri, juga sebagai lelaki."

Adipati menatap dalam pada wajah itu, ada sorot seolah milik Kiyai Damanhuri, tenang. Barangkali itulah sorot orang yang selalu membaca kitab suci.

"Kewajiban sebagai santri adalah menyelesaikan ujian. Lalu sebagai lelaki?"

Jaka menelan ludah, ia tegarkan dada yang berdebar, perlahan menatap pada wajah Adipati.

"Di Priangan... Ada seorang gadis. Namanya Asmarani. Putri Wedana. Ia begitu memikat, Rama. Aku ingin melamarnya."

Hening menjalar di antara keduanya, cahaya pelita tidak berkedip seperti menahan nafas. Tak ada suara apapun dari Adipati, Jaka merasa kecil di bawah sana, ia atur gemuruh dalam dada.

"Apa kau sudah cukup matang?" Adipati berdeham pelan. Pertanyaan yang menukik tepat di hati Jaka, panas siang tadi seolah menjalar pada tubuhnya.

"Matang bagi seorang lelaki bukan hanya soal jasmani, tapi kau harus mampu menghidupi, memanusiakan, dan mengayomi istri."

Suara cicak berdecak dari balik lemari, seolah ikut menyeru pada Jaka.

Jaka mengangkat tatap penuh kesungguhan pada wajah Adipati. Suaranya tertahan dalam tenggorokan, tak ada jawaban, ia dilema.

"Rama.. Aku akan belajar sambil bertanggungjawab padanya." Suara itu perlahan, berhati-hati.

"Selesaikan kelas pegawai bumiputera. Maka kau boleh bicara soal lamaran."

"Itu butuh tiga tahun, Rama!" Suara Jaka sedikit meninggi. Darah mudanya mendidih, untuk pertama kali ia ingin bersuara dengan lantang.

"Aku akan menurut pada Rama. Tapi untuk persoalan ini, biar aku sendiri yang menentukan." Jaka mengangkat sembah. Wajahnya menegang, ada kesal yang menjalar di sekujur badan.

Adipati menghembuskan nafas dalam, hari ini ia tidak akan mencari cambuk atau menyiram Jaka dengan air. Ada senyum menyungging kecil dari bibirnya. Hatinya bergumam : "Bukan lagi bocah kecil yang bisa diarahkan."

Ia menatap dalam pada Jaka.

"Maka bawalah gadis itu kemari dengan pantas.. Biar ku lihat sendiri, apa kau memang benar sudah lelaki."

Jaka mengangkat sembah, beringsut mundur tanpa sepatah kata.

Ia keluar dengan langkah gusar. Dalam sakunya potret Asmarani tak ingin ia keluarkan. Betapa.. Ia masih dipertanyakan sebagai lelaki!

"Baik, akan ku lamar Asmarani tanpa bantuan dari Rama!" Ikrarnya dalam hati.

Lihat selengkapnya