"Ceritakanlah padaku tentang Kang Mas Sutomo, Bunda." Jaka memecah hening, membuyarkan ingatan Gusti Ayu pada Sudjipto.
Wanita itu merapatkan selendang pada tubuh, mengecap teh hangat.
"Bila ingin tahu tentang Sutomo, maka semua orang harus mengenal dulu Ramanya."
Begitulah gumam Gusti Ayu pada Jaka malam itu.
Pada dasawarsa yang telah diucapkan sebelumnya, saat Adipati Wengker dilantik menggantikan ayahnya adalah masa yang begitu kelam.
Busung lapar menjadi perhatian utama baginya, sedang pangan di Wengker sendiri mulai berkurang, sedikit sekali orang menanam padi, hingga harus mengekspor dari Kadu.
Tapi karena pada masa itu seluruh Madiun dirundung susah, Wengker yang terpinggir seringkali hanya mendapat sisa yang berkutu.
"Satu tahun kepemimpinannya adalah tahun yang tak pernah terlupakan. Dan saat itulah Sutomo lahir."
Gusti Ayu bercerita mengenai aroma ketakutan rakyat desa, pada saat pabrik gula itu mulai bertambah. Pembangunan besar-besaran memaksa lahan siapa saja akhirnya dijual dengan murah. Selanjutnya para petani berubah menjadi buruh, menggunakan seragam, menunggu lonceng pergantian jaga.
"Ramamu hampir depresi, usianya yang masih sangat muda memaksanya bertindak sepuluh tahun lebih tua..
Tak jarang warga desa mengeroyok orang Eropa atau siapa saja yang berkulit putih, dan meneriaki culik, pada saat pembangunan besar-besaran itu terjadi...
Setelahnya orang Eropa itu akan datang menuntut ganti rugi pada Rama."
"Mengapa demikian, Bunda?"
"Orang desa percaya bahwa membangun suatu yang baru dan besar membutuhkan sekurang-kurangnya dua kepala manusia untuk ditanam pada pondasinya. Agar arwah itu menjadi penjaga."
"Mereka takut jadi tumbal?" Suara Jaka sedikit memekik, hatinya terasa bergetar.
Gusti Ayu mengangguk. Malam itu hening, tak ada suara apapun di serambi.
".... Ketakutan itu hanya satu diantaranya, jumlah kelahiran bayi di Wengker semakin memprihatinkan. Lebih banyak dari pangan yang dipunya.
Maka Rama menyuruh setiap keluarga menghentikan kelahiran pada tahun-tahun itu. Wanita yang sudah memiliki dua anak, disuruh meminum ramuan jamu kelor-biduri, dan memijat indung telur hingga mandul.
...Ia memulai dari keratonnya sendiri, para selir dibuatnya mandul. Maka kau tak akan menemui saudara selain dari rahimku.
Sedang aku tidak boleh mandul. Trahnya harus tetap hidup, dariku.