Kabar dari Priangan

Ridhawd
Chapter #22

Kata, Rasa, dan perempuan.

"Aku tidak sempat mengunjungi Kiai Damanhuri di Ponorogo...

Tapi jika Lirboyo dan Tebuireng juga diancam, tentu di sana pun sama."

Sejak tadi, Jaka mendengarkan segala cerita yang keluar dari mulut itu, cerita serupa yang disampaikan Usman malam tadi.

"Peraturan ini diciptakan untuk seluruh pesantren di Hindia."

Jaka mengangguk, ia lemparkan pandang pada dedaunan rindang, bajing melompat pada satu dahan ke dahan lainnya.

Di ujung sungai ada Aman dan Usman, serta beberapa santri lain sedang memancing.

Gemericik Cikapundung Leutik mengalir melalui kakinya, membasahi celana hingga sebetis, ia biarkan dingin menyelimuti, pada batu sebesar gajah menelungkup ia duduk bersampingan dengan Asmarani.

Para gadis yang lain, terlihat mencuci di sebuah kobak air. Tertawa. Berbisik.

Bocah-bocah kecil bertelanjang, melompat dari tebing, mencipta bunyi pada air yang dalam. Sedang kawanannya tertawa, berbahagia.

"Tidak mencuci?" Jaka memecah hening sesaat.

"Sudah tadi pagi.. Kau belum bercerita bagaimana pulangmu ke Wengker?"

"Perjalanannya terasa lebih dekat."

"Bagaimana bisa?"

"Karena kau ikut serta."

Asmarani tersipu, tatapnya terjatuh pada ujung kaki di dalam air.

"Di Wengker aku jadi Raden Mas. Berjalan-jalan di alun-alun, mendengarkan Bunda berbicara, menyertai Rama pada pertemuan resmi dengan Residen, lalu.." Jaka mengingat-ingat.

"Makan dan tidur." Pemuda itu tertawa pelan, juga Asmarani.

"Di sana tidak mengaji?"

"Ya.. Mengaji juga."

"Tidak bertemu siapa-siapa lagi?"

"Keluargaku hanya ada Rama, Bunda, Paman Patih, Trisno, abdi dalem, dan para emban."

"Siapa Trisno?"

"Supir pribadi dan abdi kepercayaan Rama."

"Ohh.."

"Nanti Juga kau akan berkenalan dengan semuanya." Jaka tersenyum, tanpa melihat pada wajah di sisinya. Tak ada suara.

"Mau tidak?"

"Tidak tahu, ah!" Asmarani tersipu, jemarinya memainkan ujung selendang. "Aku penasaran, kau tidak punya saudara?"

"Aku punya dua saudara laki-laki. Kang Mas Sutomo dan Kang Mas Sudjipto."

"Tidak kau sebutkan tadi."

"Kang Mas Sutomo sudah meninggal saat usiaku tiga tahun, Kang Mas Sudjipto.. Di Eropa."

"Bersekolah?"

"Sekarang sudah bekerja."

Lihat selengkapnya