Pukul tujuh malam kawan-kawan proyek sudah berkumpul di dalam minibus. Perjalanan lima jam dimulai kembali. Aku tidak selalu bisa tidur di mana pun dan kapan pun. Sudah kuusahakan dengan memejamkan mata, membayangkan pohon besar yang berbuah semanis permen di atas bukit. Namun, suara dengkuran Tian sangat mengganggu. Belum lagi kepalanya jatuh ke bahuku saat minibus berbelok. Brewoknya menggelikan. Rei yang memahamiku kesulitan tidur karena bulu wajah Tian dengan kasar menjambak rambut Tian, menjauhkannya dari bahuku.
Tian mengaku menungguku di pohon sawo kecik lama sekali. Dia menunggu seraya main petak umpet bersama tujuh kawan hantunya. Pernah dengar ungkapan kebanyakan pria sebenarnya cuma anak kecil yang terjebak di tubuh orang dewasa? Tian ini contoh yang paling dekat. Saat astral projection Tian menjelma ke wujud bocah berikut keluar sifat kekanak-kanakkannya.
"Aku tidak bisa mencapai pohon itu." Aku bermonolog dalam batin. Persis saat di kapal, efek glitch menyambar gambar pohon di kepalaku.
Tian mendengus, bibirnya cemberut karena jika dia bersuara untuk membalas kata-kataku yang entah bagaimana bisa keluar dari pohon, maka gadis bergaun ungu yang sekarang menjadi si penangkap akan dengan mudah menemukannya. Tian segera sadar bahwasanya tujuan utamanya kemari bukan ikut bergabung dengan permainan anak-anak ini.
"Masihkah engkau ingat apa warna cahaya di atas dahan pohon sawo kecik ini?" Suara Sabastian kecil yang rendah dan pecah menyambar.
"Ungu," jawabku.
"Biru, tolol."
Aku melenggang dari batang pohon usai membayangkan pohon sawo kecik dengan cahaya biru di atas dahannya yang berbuah lebat. Kuncinya bukan buahnya yang manis, tapi cahaya biru itu. Aku berhasil. Pemandangan pabrik dan perkebunan teh dari atas bukit langsung menyapaku. Tujuh hantu anak kecil lalu muncul dari persembunyian mereka dan berkumpul. Mereka beralih permainan menangkapi kunang-kunang yang melayang di sekitar pohon.
"Paman tadi bilang kepadaku seandainya aku ingin pulang ke rumah utama, aku bisa pulang saat cuti proyek." Sabastian menyadarkanku dari keterpanaan. "Apa yang terjadi di sana setelah ibuku meninggal? Mengapa aku bisa pulang ke pabrik dan perkebunan sekarang?"
"Mana kutahu, Sabastian." Itu yang nantinya kucari tahu diam-diam darimu. Aku menyebut Tian kecil dengan nama Sabastian. Kendati mereka orang yang sama, aku tetap bersikukuh memisahkan mereka berdua di pikiranku. Wajah dewasa Tian dengan brewok dan suara prianya merusak pencitraan Sabastian kecil yang lucu juga menggemaskan.
"Kom op jongens, tunjukkan kepadanya jalan menemukan anggrek hantu!" Tian berseru pada kawan-kawan kecilnya.
Aku mengikuti mereka dari belakang. Anak-anak setinggi pinggulku menerjang hutan dengan penuh semangat seperti menerjang toko mainan.
"Lama kita tidak bertemu." Gadis Kecil Bergaun Ungu menyamakan langkahnya denganku.
"Kalau ada maunya saja dia menemui kalian." Sabastian nyeletuk dari depan. Tekanan dan interval suaranya sama persis dengan Tian dewasa.
“Aku sudah tidak tinggal di wilayah ini sekarang. Tadinya aku kesulitan kemari karena gagal membuat pohon sawo kecik itu sebagai portal,” jelasku.
“Buahnya memang manis, tapi cahaya biru itu … kau lihat ada lubang hitam di tengahnya,” kata Gadis Bergaun Ungu. Aku melihat apa yang dimaksud lubang hitam olehnya. Sebuah lubang hitam dengan cahaya biru di pinggirannya.
“Kurasa Tian bisa mempelajari mulai dari situ.”
“Dia sudah mempelajarinya,” ucap Gadis Bergaun Ungu.
“Lalu?”
“Dia masih mempelajarinya.”
Aku urung berkata-kata.
Dua ratus meter berjalan, kakiku dibawa mereka menginjak rawa berlumpur. Pohon-pohon bertumbangan. Ranting busuk malang melintang. Kabut dan langit menambah nuansa kelam yang semakin terasa kekal. Beberapa sosok terlihat seakan bersembunyi di balik batang-batang pohon tua.
Auraku telah bercampur dengan energi anak-anak ini. Sehingga sosok-sosok penghuni dimensi empat tidak begitu mempedulikanku, selama aku tidak mengusik mereka lebih dulu. Penjelajah dimensi seperti aku dan Sabastian memiliki aura yang netral di mata mereka.
"Bagaimana aku akan menemukan anggrek hantu di pulau?" tanyaku.
"Perhatikan baik-baik jalannya. Besok masuklah ke dalam hutan terdekat di tempat tinggalmu. Kau akan melihat rute malam ini di sana." Gadis Bergaun Ungu menerangkan.