"Astaghfirullah ... Nura!" Aku terperanjat dari tidurku. Keringat dingin mulai bercucuran. Segera aku beranjak dari tempat tidur, dan mengambil segelas air putih untuk menenangkan diri.
Semoga hanya sekedar bunga tidur ya Allah.
Hari demi hari, otakku masih terus berfikir tentang sebuah mimpi yang berhubungan dengan Nura.
Setiap kali kulihat wajah Nura di tempat kami bekerja, bayang-bayang itu akan selalu menghujani pikiranku. Ku coba melupakan mimpi yang telah terjadi beberapa hari yang lalu. Tapi sial! Gambaran itu masih jelas tertancap dalam ingatanku. Satu persatu adegan dalam mimpi itu masih jelas terbayang.
Rasanya ingin meminta Nura untuk mengurungkan niatnya ikut berlibur bersama kami, tapi rasanya aku tak tega meninggalkannya seorang diri di mess karyawan. Sudah pasti karyawan lain juga akan pulang kampung saat liburan akhir tahun.
****
Pagi ini aku sudah bersiap bersama kedua temanku untuk pergi mengunjungi salah seorang teman kami yang tinggal di salah satu desa yang berada di daerah Jawa Tengah. Kami semua juga berasal dari daerah Jawa, hanya saja daerah kami memang berbeda.
Dari Jakarta kami menaiki kereta dan turun di stasiun terdekat untuk menuju desanya. Dengan menggunakan sebuah angkot kuning, kami melewati jalan utama yang akan menghubungkan ke arah jalan desa. Sesampainya di pertigaan lampu merah seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, terlihat Meli sudah menunggu kami di depan sebuah toko kosmetik. Kebetulan Meli sudah pulang beberapa hari yang lalu, sebelum kami mengabari akan kesana.
"Hai semua ...," seru Meli senang melihat kami jadi berkunjung ke rumahnya. Ia berjalan menghampiri kami yang baru saja turun dari angkot, seraya mempersilahkan kami menaiki sebuah delman yang telah dipesannya untuk menuju ke rumahnya yang berada lumayan jauh dari jalan utama.
Kunikmati hamparan sawah yang masih hijau, para petani yang sedang menyiangi padi, dan sepanjang jalan terlihat beberapa ibu-ibu yang sedang menampi beras di teras rumahnya, layaknya pemandangan khas pedesaan yang jarang sekali kami temukan di kota tempat kami bekerja.
Setelah kami melewati gapura desa teman kami tinggal, suasana kini berubah, bukan hamparan sawah lagi yang terlihat; melainkan pepohonan rindang berdaun lebat, dengan batangnya yang terlihat besar dan kokoh. Hingga kemudian, yang kami lewati kini telah berganti.
Pohon kelapa?
Benar!