Kabari Aku Bila Hujan Turun

Naila Hafizha
Chapter #10

Sang pengawal lapangan

Hari ini, upacara besar setelah persiapan yang panjang, diselenggarakan. Kejadian tak terduga di Siak kemarin, sudah berlalu sekitar tiga bulan. Ranah hampir lupa detail kejadiannya, tapi Ia masih sangat terngiang, tubuh lelaki kurus, dan wajah kedinginan anak kecil kala itu.

Musim hujan dan badai telah berlalu, Riau kini terbanjiri oleh matahari yang bagai terbelah menjadi banyak bagian, tersebar di seluruh arah mata angin. Panas sekali, seperti terpanggang di tengah lapangan.

Upacara ini adalah pembukaan dan penyambutan, karena ketua PBS pusat hendak bersilaturahim kemari.

Komplotan Paskibra dan deretan Komandan Pleton sudah disiapkan dalam kurun waktu sembilan hari. dalam jangka waktu tersebut, para petugas dilarang untuk melanggar peraturan-peraturan keras yang disusun oleh pelatih. Pelatihnya pun berasal dari anggota PBS, yang sempat berpengalaman berlatih baris-berbaris dulu.

Ranah lagi-lagi aktif berkesempatan untuk melatih para petugas, khususnya bagi Sang Komandan Upacara, pemimpin yang akan mengaba-abai bahwa upacara akan dilaksanakan ataupun ditutup.

Ia bersama pelatih paling keras sepanjang masa. Dikatakan seperti itu, karena beliau adalah senior yang melatih menggunakan pukulan rotan. Melatih petugas Paskibra dengan menyuruh mereka untuk menggenggam batu bata sembari meluruskan tangan. Maka dari itu, hanya orang-orang terpilih lah yang mampu dan kuat menjalani pelatihan seperti ini.

Di lapangan, semua kepribadian terefleksi, dari yang sombong, riya’, nakal, kurang ikhlas, sampai yang ikhlas sepenuh hati, rajin, semangat, itu semua ternilai dengan hanya menginjakkan kaki di lapangan. Seakan tanah memiliki sensor kepribadian.

Di sini, di lapangan, Ranah menemukan sedikit ‘bagian dari dirinya’ yg membuat Ia lupa, bahwa Ia sebenci itu dengan ranah ini. Mungkin bila dibuat susunan daftar hal yang disukai di sekolah ini, hanya tertulis ‘lapangan upacara’ di sana.

Ranah terpilih melatih pemimpin upacara. Memang tidak semudah itu, karena seleksi pemilihan benar-benar ketat; dinilai dari rupa, apakah cantik, tinggi, pintar, pemilik bentuk tubuh yang bagus, akhlak baik, sempurna, dan yang paling penting, kita tidak hanya mendidik caranya, tp mindsetnya. Itulah yang sebenarnya kita orientasikan.

“Dicatat ya! Ini adalah hal-hal yang wajib, ataupun dilarang untuk dilakukan selama menjalani masa pelatihan.” Kak Faqih, pelatih keras yang penuh disiplin dan tanpa rasa toleransi, mengumumkan di depan lapangan, sembilan hari yang lalu.

“Yang pertama!” beliau mengacungkan jari telunjuknya, pertanda angka satu. “Diwajibkan kepada seluruh petugas, untuk membawa minuman botol satu liter. Dan diminum habis selama pelatihan.”

“Dua!” jarinya teracung membentuk huruf ‘V’

“Dilarang keras mengonsumsi gorengan.”

“Tiga! Tidak diperizinkan kepada petugas untuk mengonsumsi hal-hal berikut; kerupuk, roti, biskuit, segala hal yang mengandung keluarga minyak dan santan.”

“Hanya diperkenankan untuk mengonsumsi nasi dengan kecap atau abon, sebagai variasinya.”

Lihat selengkapnya