Kabek Arek Lungga Ada Cinta Di Pramuka

Fadhillah Hanum
Chapter #2

2. Senior Menyebalkan

"Lo bukan dari daerah sekitaran sini, ya?" Ari bertanya menyelidik.

"Hu'um. Baru semalam sampai dari Jakarta."

"Sendirian? Maksud gue, orangtua lo...?"

"Di Jakarta. Gue di sini ngekost."

"HEI! Siapa suruh kalian kenalan di sini!" Oemji, suara itu lagi.

"Masalah lo apa sih, Kak. Sentimen banget sama kita?" Sumpah, perasaan aku udah capek jadi anak manis dari tadi.

"Oh, berani nantang kamu, ya?"

"Ya bukan maksudnya gitu, Kak. Kita tahunya sekarang tuh lagi Masa Orientasi Sekolah, bukannya Masa Otoriter Senior." Aku mendidih. Rasanya tanganku dingin dan gemetar saat ini.

"Ondeee .... Canggih-canggih anak zaman sekarang. Udah salah, ngotot pula. Kenapa kalian nggak bawa kelengkapan MOS?" Malas berdebat atau tidak ingin cari masalah, dua cowok di sampingku sepertinya lebih memilih diam.

Baru saja mulutku terbuka, ingin menjelaskan kenapa aku tidak membawa kelengkapan, si Kriwil ini kembali membentakku. "Kamu! padusiยน, tapi kelakuan, ondeh, entahlah!"

What the f ... f ... f ...!

Rasanya pengin kujambak rambutnya, terus kubikin lurus berkilau kaya mbak-mbak di iklan shampo.

"Ini lagi, lepas earphone-nya! Kamu pikir ini sekolah oppa-oppa Korea? Jangan sok kegantengan kamu di sini," cecar Surya. Aku maklum dengan kemarahan Surya soal yang satu itu. Mama juga paling tidak suka kalau aku menggunakan earphone disaat mama bicara.

"Saya tahu masa orientasi itu gunanya untuk membuat kalian nyaman berada di lingkungan sekolah. Tapi kalian harus paham, ini sekolah favorit. Disiplin nomor satu di sini. Kalau disuruh bawa kelengkapan MOS saja kalian tidak bisa, bagaimana nantinya kalian bisa disiplin terhadap peraturan sekolah lainnya." Surya mulai melunak.

Uhm ... baiklah. Aku paham kenapa sekarang si Cowok Kecil Kriwil ini mencak-mencak saat kami tidak mematuhi peraturan. Mama benar soal kedisiplinan sekolah favorit ini. Sebenarnya mama sudah mengajakku "pulang kampung" jauh-jauh hari sebelumnya.

"Biar kamu ikut Mama dulu, mengunjungi rumah nenek. Mama kangen suasana di sana. Sekalian kita daftar sekolahnya bareng-bareng."

Bukan Geni namanya kalau tidak berhasil membujuk mama untuk pulang sendirian. Papa juga tidak bisa menemani mama waktu itu. Tidak dapat izin dari kantor. Aku menyusul seminggu kemudian. Semalam mama menjemputku di Bandara Internasional Minang. Memastikan aku sampai di kost-kostan dengan selamat, dan kembali ke Jakarta subuh tadi.

Lihat selengkapnya