Di seberang Raya Jaya, ada kafe kecil tempat Anak Raja bisa minum kopi atau teh layaknya orang muda banyak urusan. Biasanya mereka datang untuk mengerjakan tugas sekolah, sekadar mengobrol, atau menunggu jemputan. Tidak jarang juga ada orang dewasa yang mampir, entah itu kerabat murid, guru, atau pegawai sekolah.
Rabu sore, sepulang sekolah, Monita mengajak Kana mengunjungi kafe itu untuk mendinginkan pikiran dengan es teh leci dan donat bertabur gula halus. Namun, keinginan itu mesti tergerus karena Priska dan Delia minta ikut.
Sebelum masalahnya selesai, Monita percaya dia harus jauh-jauh dari Delia. Namun, dia tidak punya alasan kuat untuk menghindar. Dia juga tidak punya kuasa untuk menghentikan Delia dan Priska datang ke kafe. Jadi, mau tidak mau harus ada cara alternatif agar mereka tidak membuat agenda sendiri.
"Ah, sekalian aja kita diskusi tugas TIK di sana," usulnya sebelum menuju kafe.
Berita baiknya, Kana, Jhoni, Aceng, dan Risma setuju. Hanya Fara yang tidak bisa hadir karena ada bimbingan belajar. Berita buruknya, Aceng dan Jhoni harus singgah sebentar ke pertemuan singkat panitia prom night. Jadi, Monita harus sabar menunggu sambil berusaha mengabaikan obrolan Priska dan Delia yang sepertinya sengaja diarahkan hanya ke seputar Dirga.
"Del, Lo udah lihat video cover Dirga yang baru?"
"Udah, dong. Gue re-watch berkali-kali. Menurut gue, itu versi akustik paling on point."
Priska mengangguk setuju. "Apalagi penyanyi aslinya ikut komentar."
"Nggak heran dia diundang buat perform di J-Fest."
"J-Fest?" tanya Risma.
Suara piring kecil yang diletakkan di meja dekat Monita menyela ulasan kecil-kecilan itu. Kana baru saja kembali dari kasir dengan dua donat karamel dan segelas minuman matcha. Dia segera duduk di sebelah Monita dan menyimak obrolan.
"Lo nggak tau?" Delia menatap Risma dengan penuh penilaian. Tidak hanya penampilan mereka yang sangat bertolak belakang—Risma dengan potongan rambut seleher dan minim aksesoris, sementara Delia dengan rambut panjang bergelombang dan penuh pernak-pernik—nada bicara mereka juga terlalu dingin. Maklum, ini pertama kalinya mereka duduk di meja yang sama dan berbincang bersama.
"Itu, loh, acara jejepangan tahunan yang sering undang cosplayer dari luar." Priska membantu menjelaskan.
"Baru aja akun official J-Fest posting list siapa-siapa aja yang bakal perform tahun ini. Dirga ternyata ikutan," tambah Delia sambil sibuk menggulir layar ponselnya. Setelah menemukan postingan yang dimaksud, dia menunjukkannya ke teman-temannya.
Monita seharusnya jadi orang paling antusias ketika mendengar berita terbaru tentang Dirga. Tapi, kali ini dia tidak mengalihkan tatapan dari minumannya, dan itu bukan respons yang cerdas, karena, tidak lama kemudian Delia bertanya curiga, "Lo udah tau, Mon? Padahal baru sejam lalu diposting, loh."
Monita ingin sekali menjelaskan kalau dia tidak tahu tentang acara itu, tapi dia bisa membayangkan akan muncul pertanyaan menjebak lainnya.
Ada jeda sejenak sebelum Delia memasang tampang detektif. "Hm, interesting ...," ucapnya.
Ini jelas bukan pertanda baik.
"Interesting kenapa, Del?" tanya Priska.
"Bisa jadi, kado yang dikasih Dirga relate ke acara itu—"
"Kado?" Risma kini benar-benar terdengar seperti pengunjung asing yang mencoba memahami dunia sekitarnya.
Sepelan mungkin, Monita menghela napas kecewa. Lagi-lagi dia sudah salah langkah. Seharusnya dia tidak perlu mengajukan ide diskusi tugas kelompok. Seharusnya dia membatalkan niat untuk mengunjungi kafe, pura-pura ada urusan mendadak. Sekarang, korbannya jadi bertambah satu orang, dan dia harus siap kalau-kalau Risma ikut bergabung dengan Delia dan Priska, mengorek informasi tentang kado itu.
"Itu loh, kado ultah Momon dari Dirga. Katanya sih spesial banget, tapi sampe sekarang dia nggak mau kasih tau apa isinya," jelas Priska dengan lugas, seolah informasi itu adalah hal remeh yang bebas disebarkan ke siapa saja.
"Oh ...." Risma mengangguk-angguk sekadarnya, tampaknya kurang berminat mencari tahu lebih lanjut.
Sementara itu, Delia berdecak sebal karena Risma memotong penjelasannya dan sekarang malah menunjukkan raut tidak peduli. Seakan mengerti kekecewaan Delia, Priska kembali memancing, "Jadi, hubungannya sama kado Dirga apaan, Del?"
"Lo ingat waktu Dirga nanya 'Moni mau datang, nggak'? Radar gue bilang: it should be a special event, which is bisa jadi salah satu dari event-event spesial yang bakal Dirga datangi, misalnya J-Fest ini."
Tegukan es teh leci mendadak terasa seperti batu di kerongkongan Monita. Ternyata Delia juga menduga hal yang sama. Isi kado itu pasti semacam sebuah undangan, dan undangan biasa jadi mengarah ke sebuah acara. Kenapa Monita tidak pernah terpikirkan hal ini? Apa mungkin Dirga mengundangnya ke acara musik di mana dia bakal jadi bintang tamu? Tapi, kenapa tidak langsung ajak saja?
Pemikiran itu diinterupsi dengan suara langkah kaki dari arah pintu masuk. Mereka adalah panitia prom night yang dipandu Jhoni. Sebagian dari mereka langsung berburu tempat duduk, sebagian lagi singgah ke meja pemesanan. Monita tadinya sudah merasa tenang karena berpikir Jhoni dan Aceng akan muncul. Dia akhirnya bisa menggunakan alasan diskusi tugas kelompok untuk menghindar. Namun, begitu menyadari Dirga juga ikut bersama mereka, kecemasannya kembali bangkit. Selain itu, tidak ada cowok bermata sipit di dekat Jhoni. Tidak ada Aceng di sana.
Sejak mengaku di depan kios fotokopi, sikap Aceng tidak berubah. Dia tidak bertanya ini-itu, tidak juga mengancam akan menyebarkan rahasianya ke semua Anak Raja. Secara sepihak, Monita menganggap itu sebagai bentuk kerja sama. Aceng telah resmi menjadi sekutunya.
"Rame juga, ya," kata Jhoni begitu mengambil tempat duduk di seberang Kana. Beberapa teman-temannya yang lain mengisi meja di tengah kafe.
Tanpa menjawab komentar Jhoni, ujung mata Monita sibuk melirik pergerakan Dirga yang duduk di seberang Delia. Hal itu membuat Delia semakin menebar senyum semringah. Baru kali ini Monita tidak menikmati kehadiran Dirga. Bukan karena pilihan tempat duduk, mungkin karena rasa bersalah.