Kacamata Monita

Kopa Iota
Chapter #22

20. Cinta Pertama (2)

Tidak perlu waktu lama, Monita bisa merasakan sebagian besar pengunjung kantin memandang curiga ke arahnya. Acara musik itu masih berlanjut, tetapi Monita tidak lagi menyimak penuh karena terganggu bisik-bisik halus dari meja di dekat mereka.

"Jangan-jangan udah jadian."

"Kenapa nggak go public?"

"Mungkin biar fans-nya nggak patah hati."

"Kalau mau backstreet, ngapain nge-spill di YouTube? Malah bikin penggemarnya makin patah hati, tau!"

Kana segera memberi kode pada Delia untuk tidak lanjut menonton. Delia menurut saja karena pembawa acara sudah beralih ke penampilan bintang tamu kedua. Meski begitu, dia tetap berkomentar santai. "Actually, gue juga penasaran," katanya sembari menyimpan ponsel dan melirik penuh selidik ke arah Monita tanpa sembunyi-sembunyi.

Monita membalas tatapan itu dengan waspada.

"I mean, lagu yang tadi, kan, sama dengan yang di ultah lo, makes sense dong kalau banyak yang berasumsi: jangan-jangan first love-nya Dirga beneran lo."

Monita belum mampu memberikan tanggapan yang tepat saat Priska mengangguk setuju dan menambahkan, "Kita bukannya mau ngepoin urusan pribadi lo. Tapi, serius, sejak ultah lo, kalian berdua tuh kelihatan mencurigakan banget. Kayak ada yang lagi disembunyiin."

Mendengar itu, kedua mata Delia sedikit melebar, seperti baru saja menemukan siasat baru. Monita yakin, kali ini akan sulit baginya untuk menghindar.

"Dan kalau sebenarnya lo punya kabar baik, apa salahnya, sih, sharing ke kita? Bukan cuma gue, Priska sama Kana juga pasti ikut senang. Kita bisa ngerayain bareng-bareng."

Meski berhasil menjaga raut wajah untuk tetap tenang, isi kepala Monita benar-benar berkecamuk. Dia mencoba menimbang berbagai opsi untuk menghadapi situasi di hadapannya. Jika ingin menghindar, alasan apa lagi yang bisa digunakan? Jam istirahat masih terlalu lenggang untuk kembali ke kelas. Marah-marah ke Delia karena terlalu ikut campur malah akan membuat teman-temannya semakin curiga. Kalau sebenarnya lo punya kabar baik, apa salahnya, sih, sharing ke kita? Monita benar-benar terpojokkan.

Pada akhirnya Monita hanya mampu menjawab, "Gue nggak tau."

Delia dan Priska mengernyit tak paham.

"Gue nggak tau siapa cinta pertama yang Dirga maksud. Gue juga nggak pernah jadian sama dia," lanjut Monita. Setidaknya pengakuannya ini bukan rekayasa. Dia benar-benar tidak punya petunjuk.

"Berarti dia nggak pernah nembak lo langsung, gitu?" Priska menduga duga.

Monita menggeleng lemah.

"Mungkin belum." Delia kembali dengan asumsinya. "Okay, gue udah pernah janji nggak bakal nyinggung-nyinggung soal kado spesial itu, tapi, berhubung kita lagi ngebahas hubungan antara lo sama Dirga, gue jadi teringat. Kalau gue nggak salah tangkap, ya, Dirga ngundang lo ke suatu tempat kan? So, bisa aja di situ Dirga bakal ngungkapin perasaannya."

Sebelumnya Monita sempat mengharapkan hal yang serupa seperti yang baru saja Delia utarakan. Namun, kali ini teori itu terdengar terlalu mengada-ada. Seperti harapan palsu yang dibuat untuk menghibur diri sendiri. Terlalu ironi, sampai-sampai Monita ingin tertawa sendiri.

"Gue nggak mau terlalu percaya diri. Bisa jadi yang dimaksud Dirga itu orang lain." Monita berusaha menghentikan Delia, yang entah sengaja atau tidak, menggulir topik dari "Cinta Pertama" ke "Kado Ulang Tahun".

Priska memanyunkan bibirnya, "Jangan pesimis gitu, dong, Mon. Kalau bukan lo, kenapa lagunya sama? Lo juga, kan, yang ngaku kalau kado dari Dirga itu spesial? Nggak mungkin dong, Dirga nge-PHP-in lo."

Semakin lama, kesabaran Monita semakin tidak bisa dibendung. Jika dia masih berdiam di sini, selanjutnya dia hanya akan mempermalukan diri sendiri.

"Kita lihat nanti aja, deh. Gue lagi males mikir. Gue balik ke kelas duluan, ya." Tanpa menunggu lama, Monita segera pergi meninggalkan kantin. Dia melewati beberapa meja yang masih menonton acara musik itu. Beberapa juga tanpa segan menunjuk ke arahnya.

Monita segera mempercepat langkahnya. Dia tidak menyadari seseorang mengikutinya dari belakang.

"Mon, tungguin."

Ternyata Kana sejak tadi berusaha mengimbangi langkahnya. Monita menunggunya di koridor yang menghubungkan lapangan dan kantin.

"Lo nggak papa? Sorry ya Delia sama Priska kadang-kadang keponya kelewatan."

Monita mengangguk kecil sambil berpikir, seharusnya Kana tidak perlu minta maaf atas nama orang lain. Dia tidak perlu terlalu khawatir dengan suasana hatinya. Maka, dia berusaha menunjukkan wajah normal.

Sayangnya usaha itu tidak berhasil. Kana masih menatapnya cemas.

Lihat selengkapnya