Mengunggah video Merpati Putih ternyata tidak seringkas yang dijanjikan video tutorial yang disebarkan Jhoni. Mendesain thumbnail, menambahkan deskripsi, membuat daftar musik, memilih audiens, dan yang paling memakan waktu: menyelaraskan subtitle yang dicita-citakan Risma. Butuh dua jam lebih hingga video mereka akhirnya bisa ditonton pengguna di seluruh dunia.
"Kayaknya kita harus sempatin senang-senang, sebelum stres ujian."
Untuk ukuran juara kelas, ucapan Risma barusan Monita anggap sebagai guyonan.
"Minggu ini kan long weekend. Cocok lah."
Monita menengok ke belakang, Kana dan Jhoni berjalan bersisian di belakang mereka. Dari tadi Kana sibuk dengan ponselnya. Sementara Jhoni memperlakukan kunci motornya sebagai kerincingan. Mereka berempat berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. Sekarang hampir pukul lima sore. Raya Jaya mulai lengang. Hanya tinggal beberapa murid yang lalu-lalang, entah habis pertemuan ekskul, belajar kelompok, atau sekadar malas pulang.
"Sekalian ajak juga lah kelompok Delia. Biar rame," tambah Jhoni.
"Ide bagus," sahut Risma. "Tapi, mereka pasti ngusulin ke J-Fest." Ketika sudah sampai di belokan menuju gerbang, mereka berhenti sebentar di depan mading. Isinya sudah berubah hampir delapan puluh persen dari yang terakhir kali Monita ingat. Sekarang didominasi huru-hara tes akhir anak kelas tiga, tips memilih perguruan tinggi, brosur bimbel, dan lain-lain. Semakin sedikit ruang untuk kreativitas. Dua puisi anonim juga tidak ada lagi. Tentu saja. Kertas itu sudah berpindah tempat. Sekilas Monita melirik Kana. Sahabatnya itu ternyata sedang memantau pergerakan ojek online.
"Memang kenapa kalau ke sana?" tanya Jhoni.
"Nggak kenapa-napa, tapi kurang relate."
Monita ingin bertanya relate seperti apa yang dimaksud, tapi kelihatannya Jhoni lebih mudah mengerti jalan pikiran Risma.
"Kalau gitu, nonton ini lah. Ada Aceng," tawar Jhoni sambil menunjuk poster di bagian atas mading. Poster kejuaraan pencak silat yang Aceng ikuti. Risma mendongak, memandangi poster sambil mengangguk-angguk kecil.
"Menarik ...," katanya. "Dia tanding kapan? Jumat, Sabtu, atau Minggu?"
Monita ikut memeriksa tanggal di poster. Dulu-dulu dia tidak terlalu memperhatikan informasi yang bercetak kecil di sana. Baginya kurang menarik, bukan urusannya sama-sekali. Namun sekarang beda. Tanggal yang tertera mengundang perhatiannya. Ternyata pekan ini. Berarti Aceng akan sibuk mempersiapkan diri beberapa hari ke depan. Mungkin mulai besok, karena hari ini ulang tahun Amel.
"Lupa. Nanti lah gue tanya lagi."
"Semoga hari Minggu. Biar nggak barengan sama J-Fest. Jadi kelompok Delia bisa ikut."
Ada yang mengganggu dari harapan Risma itu.
"Guys, gue duluan, ya." Kana tiba-tiba pamit, memberi tahu ojek online yang dia pesan sudah tiba. Mereka berempat pun akhirnya berpisah setelah setuju rencana senang-senang sebelum ujian akan dibahas di lain hari.
Di depan gerbang, mobil ibu Monita sudah menunggu.
"Kamu nggak ajak Kana pulang bareng?" tanya ibunya begitu Monita masuk.
Benar juga. Monita tadi tidak kepikiran menawarkan tumpangan, hal yang lazim dia dan Kana lakukan. Rumah mereka tidak terlalu searah, tapi itu bisa diatur.
"Moni juga baru tau dia naik ojek online," Monita beralasan sambil memasang sabuk pengaman. "Udah keburu dipesan. Nggak mungkin dibatalin,"
"Oh." Ibunya menyalakan mobil. "Tapi kalian baik-baik aja, kan?"
"Baik-baik aja, kok," jawab Monita. Seharusnya begitu. Memang tidak banyak yang mereka obrolkan hari ini, tapi itu karena Kana ada tugas di UKS sepanjang jam istirahat. Monita sendiri juga masih larut dalam keganjilan-keganjilan Dirga. Belum lagi dia harus memutuskan apakah akan ke pestanya Amel atau tidak.
Sikap Kana juga tampak wajar-wajar saja. Aneh juga ibunya bisa bertanya demikian. Monita tidak ingin memperpanjang pembahasan. Dia membuka ponsel, membaca pesan-pesan terbari di grup kelas, dan membiarkan ibunya menjalankan mobil dengan tenang.
Di persimpangan pertama, Monita kembali membaca ulang pesan terakhir Aceng. Masih soal undangan Amel. Tidak ada pertanyaan lanjutan untuk memastikan kehadirannya. Entah dari Aceng atau Amel. Monita menghela napas. Sebenarnya mereka niat ngundang, nggak sih?
"Apa kita beli mi goreng seafood yang di simpang tiga aja? Udah buka atau belum, ya?" Mobil sudah kembali jalan dan ibunya mulai memikirkan makan malam.
Monita masih memandangi pesan terakhir Aceng. Alamatnya jarang dia lewati, tapi mungkin ibunya tidak asing, atau mereka bisa pakai peta. Setelah menimbang-nimbang, dia akhirnya tiba pada sebuah keputusan.
"Mi, teman Moni sebenarnya ada yang ulang tahun. Mami bisa anterin?"
🕶️