12- Agustus.
Pagi itu embun air menempel indah di kaca jendela rumah-rumah warga, bahkan terangnya lampu jalan pun tertutupi embun pagi yang beterbangan. Nampak genangan air hujan memenuhi lubang-lubang kecil di jalanan, serta selokan yang di aliri air dari sisa hujan semalam.
Dari sekian rumah yang ada di sana, nampak rumah berlantai dua yang sederhana memulai kehidupan. Suara penggorengan berriak ria menutupi seluruh ruang makan. Seorang gadis muda terlihat memasak telur di penggorengan itu. Pukul 05:30 am, itulah waktu yang di tampilkan pada smartphone milik gadis itu. Nama gadis itu adalah Laila.
Laila. Sebuah nama yang memiliki arti Malam, dalam bahasa Arab. Nama yang cocok dengan gadis muda ini, terlihat dari penampilannya yang menawan seindah angkasa di tengah malam. Matanya yang hitam legam seakan menelan siapa saja yang memandanginya, rambutnya yang hitam menutupi lehernya hingga diatas bahunya, bibirnya mungil namun tetap indah untuk dipandang menambah kesempurnaan dari putri pertama dari pasangan Pak Qomar dan Ibu Ani ini.
Wajah Laila yang sedang menggoreng telur itu ditutupi kerutan dan mulut yang cemberut. Nampak di Matanya kesepian yang mendalam. Telur yang dimasaknya dibolak-balik tak karuan dan malah merubahnya jadi telur orak-arik yang tak direncanakan.
"Aduh!!!"
"Kok, malah ancur sih!" Gadis itu bergumam kesal.
"Kalau udah begini sekalian bikin nasi goreng aja deh." Laila berjalan ke kulkas untuk mengambil nasi sisa semalam.