“Baiklah, Ai. Jika kamu tidak bisa melawan kami, kami yang akan bertindak!” tegas si Angka Lima, yang sepertinya adalah pemimpin pasukan di depanku.
Dan, itu membuatku geram. Aku yang tentu tidak ingin dikalahkan, segera mengeluarkan pedang besar andalan untuk menangkis serangan mereka. Namun, pasukan itu mengeluarkan kekuatan sinar yang luar biasa, hingga membuatku terpelanting jauh, tak berdaya. Pasukan angka itu pun tertawa penuh kemenangan.
Tunggu dulu …. Ini khayalanku sendiri, kenapa aku yang kalah?
Duk!
“Kena!” Alan tampak bahagia melihatku kesakitan.
“Apa, sih?” Dengan mulut manyun, aku memungut bola kasti yang tadi sempat mencium kepalaku. “Sakit, tahu!”
Alan menangkap bolanya yang kulempar dengan tangan kiri—adik semata wayangku itu memang kidal.
Sambil tersenyum kuda, dia memberi alasan, “Habisnya Kakak melamun terus, kukira belajar.”
Belajar. Oh, iya .... Tadi sih, niatku ingin belajar matematika untuk try out minggu depan. Namun apa daya, ilmu yang berusaha kuserap itu tak akan masuk ke otak saat sore-yang-sejuk-saatnya-santai begini. Ah, malas sekali! Aku pun kembali membenamkan kepalaku dengan kedua tangan.
Tok tok tok!
“Hei, buka pintunya, dong.” Aku melirik pada Alan yang asyik melempar-tangkap bola kesayangannya ke dinding.
Namun, dia hanya mengangkat alisnya. “Ini kamarmu kan Kak, kenapa harus aku yang membuka pintu?”
Akhirnya, setelah mendengus, aku bangkit untuk membuka pintu.
“Airi!” Aulia langsung mencengkeram bahuku begitu aku membuka pintu. “Dengar ceritaku, dan lihat apa yang kubawa!” jeritnya tak sabar.
Aku mundur beberapa langkah, merasa sesak dengan aura bersemangat (atau tidak sabaran?) yang dikeluarkan sobatku itu.
“Wow, wow, tunggu sebentar .... Ini hari Sabtu, bukannya kamu les piano?” ucapku sambil mengelus bahu.
“Mama menunda seluruh kegiatan lesku sampai try out minggu depan selesai, dan menyuruhku belajar. Karena bosan, aku pun pergi ke perpustakaan kota dengan alasan akan belajar di sana. Kemudian, aku … aku … kyaa! Aku bahkan tidak izin pada mamaku untuk pergi ke rumahmu, lho! Pokoknya kamu tak akan percaya jika melihat apa yang kubawa, Ai!” Aulia kembali menjerit, sambil menggerakkan kedua tangannya yang mengepal. Alan yang sedari tadi asyik dengan bolanya bahkan melongo melihat tingkah Aulia.
“Ada apa, Aulia? Airi ada di kamarnya, kan?” selidik mama dari bawah. Hei, apa maksudnya dengan pertanyaan yang terakhir tadi? Apa mama mengira aku akan kabur saat pengurungan pra-try out seperti sekarang?