Sepertinya Serayu sekarang sedang berada di planet lain. Karena begitu seringnya dia melihat UFO yang beterbangan setiap hari. Setiap kali dia melakukan hal yng tak sesuai dengan kemauan mertua ataupun ipar, maka piring-piring terbang itu akan melesat hilir mudik.
Seperti halnya pagi ini juga. Serayu merasa kurang enak badan. Dia terlambat memasak nasi. Biasanya subuh semua masakan sudah terhidang rapi di meja makan.
Tapi semalam obat flu itu telah melelapkan tidur Serayu. Dia tidak sanggup membuka matanya. Dan terlambatlah dia mengerjakan tugs paginya.
"Mana nasinya? Jam segini kok belum matang? Inu kan sudah bilang, setiap subuh, makanan sudah harus siap di meja makan! Ibu tidak meminta untuk disiapkan lauknya. Hanya nasi doang. Apa itu terlalu berat untukmu, hah?" Teriakan ibu mertuanya itu mengagetkan Serayu. Beberapa cucian piring yang menumpuk di wastafel sampai terjatuh karena tangannya yang gemetaran.
"Semalam saya demam, Bu. Habis minum obat langsing tertidur sampai pagi. Jadi bangun terlambat," jawab Serayu dengan suara lirih. Bibirnya bergetar hebat.
Serayu memqng tidak bisa jika mendengar suara keras. Jantungnya berdegup kencang setiap kali mendengar ada suara teriakan. Dan kali ini, dia terpaksa harus membiasakan diri untuk menjalaninya. Karena sebulan setelah pernikahannya, dia harus tinggal bersama keluarga suaminya.
Ibu mertua masih lanjut mengomel sambil berteriak-teriak. Serayu hanya diam sembari meneruskan cucian piringnya. Dia berusaha keras menulikan pendengarannya.
Hingga Melda datang ke dapur dan membuka tudung saji dengan kasar. Lants melemparkannya ke dinding. Seketika tudung saji itu koyak.
"Ada apa, sih, Mel?" tanya ibu mertua dari luar dapur. Dia tengah berada di halaman samping memerilsa tanaman bunganya.
"Aku lapar, Bu!" teriak Melda dengan keras dari dalam dapur.
Serayu menghela nafas panjang. Dia berjalan mendekati kompor dan membalik-balik gorengan tahunya. Beruntung Serayu memiliki seribu tangan. Dia terbiasa melakukan banyak pekerjaan dalam waktu yang bersamaan. Mencuci piring, memasak, menyapu, mengepel, mencuci baju, itu semua bisa dilakukannya dalam satu waktu. Meski lelah, meski nafasnya seringkali tak sanggup meladeni kesigapannya itu.
"Masak apa itu?" tanya Melda sambil menghardik. Dia bertanya dari tempat duduknya di bangku panjang di sudut dapur. Kaki diangkat dengan ponsel yang tak pernah berhenti menyala.