"Mas, ijinkan aku bekerja lagi. Karena tabunganku makin menipis," ujar Serayu malam itu pada Alvin.
Lelaki bertubuh besar itu mengalihkan pandangan dari ponselnya sesaat, lantas menggeleng kuat. "Tidak!"
Serayu mengembuskan nafas panjang. "Kalau tabunganku sudah habis, bagaimana kita bisa makan? Ibu dan Melda juga kebutuhan sehari-hari kan harus aku yang nanggung, Mas."
Alvin bangun dari posisi berbaringnya. Menatap Serayu lekat-lekat, lantas berkata dengan sinis. "Minta sana sama kakakmu. Kan dia yang selalu dibangga-banggain sama ibumu. Bahkan ibumu dulu menjanjikan bahwa kakakmu itu yang akan memberiku modal usaha. Mana sekarang janji ibumu itu? Kutagih!"
Serayu tersentak. Ibunya sama sekali tidak pernah menceritakan masalah itu. "Aku ... ah, aku ... tidak tahu, Mas. Waktu itu Ibu hanya menyuruhku untuk segera pulang dan menerima lamaran seseorang, yang ternyata orang itu adalah kamu. Mengenai ada perjanjian apa antara ibuku dengan pihak keluargamu, sama sekali di luar pengetahuanku."
"Kamu itu perempuan gak laku. Ibumu memaksa ibuku untuk menyuruhku melamar dirimu. Biar cepat nikah. Gak jadi omongan tetanggamu, malu karena punya anak perawan tua. Kalau aku mau, ibumu menjanjikan untuk memberikan sejumlah modal untukku usaha. Dan nyatanya? Zonk! Dan hal itu yang membuat keluargaku terutama ibuku, sangat jengkel." Alvin mencebik seakan menghina Serayu. Bodohnya dia. Kenapa masih juga percaya dengan semua ucapan ibunya, padahal sudah sering Serayu dibohongi?
"Sudahlah! Tidak usah berwajah melas macam begitu. Soal modal usaha, ibuku sudah melupakan. Yang diminta ibuku sekarang, supaya kamu cepat memberikan keturunan, karena aku anak laki-laki satu-satunya. Jadi kamu paham, kan, sekarang dengan apa yang harus kamu lakukan?" tanya Alvin dengan pongahnya. Seringai licik mengulas sempurna di bibir hitamnya.
Lantas Alvin tenggelam dalam percakapan telpon dengan kekasihnya. Kekasih yang selalu dipujanya sebagai wanita istimewa. Rindu, nama gadis itu. Perjalanan kisah cintanya dengan Alvin tak berjalan mulus karena orang tua Rindu tidak merestuinya. Dan akhirnya Rindu dijodohkan dengan seorang lelaki yang mapan secara materi.
Sungguh beruntung Rindu. Dia dijodohkan dengan seorang lelaki yang sangat mencintai dan membebaskannya dalam banyak hal. Termasuk berhubungan dengan Alvin.
Sedangkan Serayu? Dia terjebak dalam sebuah pernikahan yang terjadi karena lontaran kebohongan di antara kedua belah pihak. Dulu ibunya memperkenalkan Alvin sebagai seorang presdir. Pemimpin perusahaan otomotif yang berskala internasional. Dan Alvin pun juga bergaya seperti itu.
Tapi sesungguhnya dari awal Serayu sudah menolak. Karena sudah tiga tahun dia menjalin hubungan dekat dengan Winata, seorang guru honorer dari keluarga sederhana. Caci maki dan sumpah serapah ibunya, masih terngiang jelas di ingatan Serayu. Tidak ada pilihan lain selain dia harus menerima lelaki pilihan ibunya. Dan sekarang?
Mata Serayu berkaca-kaca. Dia ingin menangis. Tapi logikanya menolak. Dia harus bisa menunjukkan ketegarannya. Dia harus bisa membuktikan bahwa dia lebih istimewa dari wanita manapun.
"Hei! Mau ke mana kau? Kamu tidak boleh keluar kamar jika aku sedang berada di dalam kamar. Ingat! Nanti malam kamu harus bisa kupecahkan. Pusing aku, tiap hari Ibu mengomel menanyakan tentang cucu padaku," sungut Alvin.
Serayu tidak menjawab. Dia tidak peduli lagi semua ucapan Alvin. Dalam hati dia memaki. "Laki-laki pemalas! Cuma bisa morotin wanita saja!" gerutu Serayu dalam hati.