Pada seri kedua tulisan “Bangsa Bibit Unggul” ini saya ingin meyakinkan para sidang pembaca bahwa kita, bangsa Indonesia ini, bukan hanya bangsa bibit unggul. Tapi lebih dari itu: dalam konteks evolusi pemikiran, kebudayaan, dan peradaban, kita adalah bangsa garda depan, avant garde nation, yang derap sejarahnya selalu berada beberapa langkah di depan bangsa-bangsa lain di muka bumi.
Para pakar dunia di bidang ilmu sosial, ilmu ekonomi, politik dan kebudayaan, sudah terbukti “terjebak” dalam mempersepsikan apa yang sesungguhnya terjadi pada bangsa kita. Penduduk seluruh dunia membayangkan Indonesia adalah kampung-kampung setengah hutan yang kumuh, banyak orang terduduk di tepi jalan karena busung lapar, mayat-mayat bergeletakan, perampok di sana sini, orang berbunuhan karena berbagai macam sebab. Negeri yang penuh duka dan kegelapan.
Padahal di muka bumi tak ada orang bersukaria melebihi orang Indonesia. Tak ada orang berjoget-joget gembira siang malam melebihi bangsa Indonesia. Tak ada masyarakat berpesta, tertawa-tawa, ngeses1 baass buuss baass buuss, jagongan, kenduri, serta segala macam bentuk kehangatan hidup melebihi kebiasaan masyarakat kita—dan budaya semacam itu sungguh memang hanya terdapat di kepulauan Nusantara.
Tak ada anggaran biaya pakaian dinas pejabat melebihi yang ada di Indonesia. Tak ada hamparan mobil-mobil mewah melebihi yang terdapat di Indonesia. Impor sepeda motor apa saja dijamin laku, berapa juta pun yang kau datangkan ke negeri ini.
Penduduk dunia menyangka kita sedang mengalami krisis, padahal berita tentang krisis negara kita adalah suatu ungkapan kerendahan hati. Penduduk bumi sering tidak mengerti retorika budaya masyarakat kita. Kalau kita bilang, “Silakan mampir ke gubuk saya”, mereka menyangka yang kita punya adalah gubug beneran. Padahal rumah kita adalah istana, yang gubernur di Brasil dan menteri di Mesir pun tak punya rumah macam kita punya.