Kais Manis

Louis Sabin
Chapter #1

Pertemuan: Bagian Pertama

Pipi Nadi dipenuhi warna merah lembut saat hendak mengikat rambut sepundak miliknya. Jemarinya gelisah bermain di antara helai-helai rambut. Tatapannya mengawang, menghindari kehadiranku, seolah takut diperhatikan. Saat waktu terus berlalu, nafasnya kian cepat, bahunya naik turun mengikuti detak jantung yang berpacu. Ketika aku melihat setitik keringat menitik di dahinya, aku yakin dia kepanasan. ‘Bodo amat, Nanggung,’ Pikirku. Aku mulai mendekatkan wajah kami berdua, menutup jarak di antara kami. Dia refleks menutup matanya.


“Nadi! Katanya matamu kemasukan debu,” seruku, kekesalan terasa dalam suaraku. Aku merasa bahwa dia tidak merespons dengan serius kekhawatiranku. “Kalau kamu merem, bagaimana aku bisa mengambilnya?”


Nadi membuka matanya, perlahan namun pasti. Aku kira dia akan langsung mengomel seperti biasanya. Tapi kali ini, ia hanya tertegun menatapku. Tatapannya terasa seperti… kecewa. Aku tidak bisa sepenuhnya memahami mengapa.


“Aksara, jangan terlalu dekat, tolol,” balasnya, nada bicaranya sekali lagi berubah, kembali menjadi Nadi yang aku kenal. “Kamu tuh bisa lihatnya dari jauh dikit. Kaya gini. Nah, segini,” omelnya sembari mendorongku mundur, menciptakan celah kecil antara kita.


Aku hanya menahan tawa melihat kelakuannya. “Nadi, kamu tau kan, mataku dua rabun? Ingat ga kacamataku yang kamu pecahin kemarin?”


Senyum jahat terukir di wajahnya. “Salah sendiri,” tandasnya sambil mengejek. “Ngomong-ngomong, tetes mata, kamu punya kan? Aku urus sendiri aja deh.”


Tanpa basa-basi, aku berjalan menuju kamar mandi dan mengambil sebotol tetes mata dari kotak obatku. Ketika kembali, aku memberikan tetes mata kepadanya. Melihatnya meneteskan obat membuatku ikut tegang. Jemarinya gemetar, mungkin karena tinggal sedikit membuat botolnya sulit dipencet. Setelah tetes terakhir jatuh, Nadi mengedipkan mata, merasa matanya lembab dan segar. Dengan napas lega, dia menoleh ke arahku.


“Lanjut belajar, Yuk,” serunya, ia tersenyum manis sembari memiringkan kepala sedikit ke kanan.


“Ayo!” jawabku, menyamai semangatnya. Tak lupa aku membalas senyumnya disertai anggukan.


Namaku Aksara, dan perempuan yang baru saja bertengkar denganku adalah Nadi. Kami adalah teman masa kecil yang telah menempuh perjalanan panjang bersama. Sebelum kita melangkah terlalu jauh, aku ingin mengisahkan awal dari persahabatan kami yang unik ini. Semuanya dimulai pada sebuah pertemuan yang tak terduga. Siapa sangka, pertemuan kebetulan itu akan mengubah hidup kami.

Lihat selengkapnya