Kak, ayo pulang

Rain Dandelion
Chapter #9

Part 08

23 Mei 2025

Arkael Luminus


"Selamat malam, semuanya. Kakak bawain sesuatu buat kalian ...." Jyoti datang ke panti, membuat anak-anak ramai menyambutnya. Kali ini ia datang membawa makan malam untuk semua penghuni panti. Bakmi daging kesukaan anak-anak.

"Kael mana, Bu? Kok nggak keliatan?" Jyoti bertanya sembari tangannya gesit membagikan makanannya satu persatu untuk anak-anak.

"Di belakang dari tadi sore ... sejak kemarin dia terus-terusan diem sampe anak-anak bingung liatnya, apalagi Cia. Ngerengek terus minta ditemenin main nggak kegubris sama Kael." Penjelasan Bu Nuri membuat Jyoti mengulum bibir. Ia bergegas menyelesaikan membagi makanan untuk anak-anak.

"Harus habis loh, ya! Awas aja kalo nggak habis, Kak Jyo nggak mau bawain lagi."

"Siap, Kak!!" Jyoti tertawa kecil, ia mengusap puncak kepala salah satu dari mereka dan beranjak meninggalkan ruang makan.

Sedangkan aku duduk di kursi halaman belakang panti sedari tadi, menatap langit malam yang bertabur bintang.

Mendengarkan keramaian anak-anak di ruang makan tanpa berniat untuk masuk dan bergabung bersama mereka.

Beberapa saat kemudian, kudengar langkah kaki mendekat. Tanpa menoleh pun aku tahu siapa yang datang.

"Kael." Suara Jyoti memasuki telingaku. Tanpa menunggu respon dariku, ia beranjak duduk di sampingku.

"Lagi ngapain?" tanyanya.

"Nggak ngapa-ngapain, nikmatin angin malam aja."

Kami terdiam beberapa saat, Sama-sama mendongak menatap langit malam.

Ia menoleh dan tersenyum kecil ke arahku.

"Kita udah temenan berapa lama ya, Kael?" Pertanyaannya yang tiba-tiba membuatku beralih menatapnya, lama.

Jyoti kembali menatap langit malam, dengan bibirnya yang tak pernah lelah menyunggingkan senyuman manis. Sembari mengayun-ayunkan kedua kakinya di bawah kursi.

"Lima tahun ... sejak kita kelas satu SMP, sampai sekarang kelas dua SMA. Udah lama ya ternyata, padahal perasaan baru kemarin aku liat kamu nangis pake seragam SMP," lanjutnya tertawa kecil.

Aku terus menatapnya, tak ingin menyela ucapannya karena aku tak mengerti akan ke mana arah pembicaraannya saat ini.

"Kita main bareng, sekolah bareng. Kamu selalu mau nemenin aku kemanapun aku ingin pergi, kamu selalu nenangin saat aku sedih. Bahkan kamu rela malu demi beliin aku pembalut waktu haid pertama kali di sekolah." Dia kembali menatapku, tersenyum lebar seakan ucapannya barusan adalah pengakuan tentang kebahagiaannya selama ini.

"Sedekat itu kita selama ini .... Aku bahkan merasa keinginan aku buat punya abang itu udah terealisasikan sejak ada kamu di hidup aku, Kael." Dan raut wajahnya mulai berubah. Ia tetap tersenyum namun sorot matanya tiba-tiba berubah sedih.

"Tapi aku heran, Kael ...." Ucapannya menggantung.

"Aku heran, kenapa aku nggak pernah ada waktu kamu sedih disaat kamu selalu ada kapanpun buat aku?"

Aku terdiam. Bibirku kelu, aku tak tahu harus berucap apa untuk membalas pertanyaannya.

Lihat selengkapnya