Kakak

Kemas Nursyamsu Iskandar
Chapter #4

Tidak Bisa Berdoa Berdua

Hari terakhir masa orientasi kampus ditutup dengan suatu acara yang sangat mewah di Gymnasium yang telah dirancang menampung ribuan orang. Semua mahasiswa mendapatkan dua kotak makanan dan satu botol Coca Cola ukuran sedang. Kotak pertama berisi nasi dengan ayam goreng, dilengkapi tiga saus yaitu saus cabai, saus tomat dan saus keju. Kotak kedua berisi hamburger keju, dengan potongan daging sapi yang tebal berbumbu barbeque, dilengkapi tiga jenis saus seperti kotak pertama. 

“Ini  pertama kalinya saya minum Coca Cola Sa…” Kata Ujang yang berasal dari kampung yang dekat dengan hutan belantara.

Pernyataan Ujang disambut dengan tawa oleh Yasa dan Nurdin. Jika Nurdin tertawa badannya bergetar, pundaknya bergoyang ke atas dan ke bawah dengan cepat, saat tertawa cukup lama biasanya ia akan kelelahan. Sialnya Nurdin seseorang yang mudah tertawa, selesai menonton film Mr. Bean biasanya dia akan merasa pegal – pegal seharian.

Selain makanan yang cukup fantastis bagi orang kampung, di acara penutupan masa orientasi kampus juga dipamerkan berbagai macam mahasiswa yang luar biasa. Ada Nurzaman, seorang atlit boxer yang mau repot – repot meloncati tujuh orang yang terbaring dengan perasaan was – was, sebelum menghancurkan sebuah papan yang terbuat dari kayu yang keras. Beberapa mahasiswa yang jago bela diri silat memperlihatkan kemampuan tahan pukul dan banting layaknya Iko Uwais di film The Raid.

“Mereka memakai jimat yang membuat mereka kebal Sa, saya tahu, ditusuk pisau pun mereka tersenyum.” Kata Ujang dengan nada yang sangat meyakinkan.

  Setelah pertunjukkan tusuk – tusukan para mahasiswa yang menjadi atlit anggar tingkat daerah dan aksi atlet bola basket freestyle yang mengagumkan dan banyak memamerkan tubuh mereka yang atletis, sehingga mahasiswa perempuan menjerit – jerit semacam kucing betina di musim kawin, tibalah acara puncak. Yaitu pidato – pidato dari orang – orang penting di Universitas.

Yang berpidato pertama kali adalah Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Badannya tidak terlalu tinggi, kulitnya sawo matang khas bangsa Indonesia, berkacamata dan langsung berteriak, “Hidup Mahasiswa!”, setelah baru saja satu detik memegang mik. Beliau berpesan kepada mahasiswa baru bahwa menjadi mahasiswa adalah menjadi Agent of Change atau agen perubahan. Ada satu bagian yang Yasa sangat sukai dari pidato yang penuh dengan pengulangan kata dan teriakan “Hidup Mahasiswa!” itu.

“Kita para calon pendidik berada di garda terdepan untuk memperjuangkan kemajuan bangsa! Kita lah yang akan membangun jiwa bangsa ini! Bangun dulu jiwanya! Baru bangun badannya! Hidup Mahasiswa!”

Selesai pidato yang berapi – api itu, Ibu Dosen yang bertugas sebagai Master of Ceremony mengumumkan bahwa Pak Rektor sebentar lagi akan datang. Kemudian para hadirin dengan khidmat terdiam menunggu kedatangan Pak Rektor.

Sebelum Pak Rektor datang ke tengah panggung, ditemani puluhan professor yang semuanya memakai baju toga. Dua orang mahasiswa cantik ---yang satu berambut lurus rapi sebahu dan satu lagi memakai hijab hitam--- dengan gaun merah yang sopan menyanyikan lagu “Mars Universitas”. Suaranya bagus sekali, yang satu seperti Ruth Sahanaya, yang satu lagi yang berhijab seperti Titi DJ. Diiringi orkestra yang mewah, semua pemain orkestra itu adalah mahasiswa berprestasi yang pernah pergi ke luar negeri minimal satu kali. Bagus sekali lagunya, saking bagusnya jarang ada mahasiswa yang hafal dan bisa menyanyikannya.

Selesai musik yang mewah, Pak Rektor memberikan selamat kepada Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa yang pidatonya begitu bersemangat dan menginspirasi. Kemudian Pak Rektor memberikan selamat kepada semua mahasiswa baru. Pak Rektor mengajak semua hadirin untuk menghadapi Era Globalisasi dengan keoptimisan dan persiapan yang matang. Pak Rektor bilang di masa depan akan banyak guru yang mengajar bukan hanya anak bangsanya saja, tapi bangsa yang lain juga. Pak Rektor memberi contoh, seorang guru matematika dari Indonesia bisa mengajar anak – anak di Brasil menggunakan internet, dan seorang guru dari Arab Saudi bisa saja mengajarkan anak – anak muslim di Amerika Serikat mengaji lewat aplikasi canggih yang nanti di masa depan akan sangat mudah diakses oleh para guru. Setelah Pak Rektor selesai berpidato, beliau mengumumkan seorang tamu spesial yang akan datang dan menutup acara masa orientasi dengan doa.

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Ujang, bahwa ia akan melihat Pak Gubernur secara langsung. Ia menangis terharu.

Emaakkk Ujang panggih jeung Pak Gubernur Emakkk…”

Lagi – lagi Nurdin menertawakan Ujang yang ia nilai sangat kampungan. Kali ini getaran badan dan goyangan pundaknya dua kali lebih dahsyat dari sebelumnya.

Pak Gubernur datang dikawal oleh beberapa anggota kepolisian, semuanya gagah, ganteng dan jika ada polwan, pasti cantik! Beliau menutup rangkaian acara yang panjang dengan doa dan sebuah nasihat.

“Jangan terlalu sedih kalau dihina! Jangan merasa senang jika dipuji!” Itulah kunci kesuksesan menurut Pak Gubernur.

Acara yang mewah itu selesai tepat sebelum adzan magrib. Setelah Yasa dan Sadut salat di masjid kampus yang megah dan berwarna hijau, turun hujan yang cukup deras, dan baru berhenti setelah selesai salat Isya.   

Ketika Yasa mengecek telepon genggamnya yang telah disetel ke mode silent dari jam satu siang hari, ia menemukan belasan panggilan tidak terjawab dari Ibu. Baru saja Yasa akan menelpon Ibu, beliau sudah duluan menghubungi.

“Yasa kamu kenapa baru buka hape!?”

“Maaf Bu, Yasa lupa.”

“Ibu sudah mencoba menelpon kamu tujuh belas kali tahu!”

“Maaf Bu, Yasa yang salah.”

“Jam segini masih ada angkot biru!?”

Yasa sempat bertanya kepada Sadut dengan suara yang sangat pelan.

“Dut, angkot biru jam segini masih ada?”

Lihat selengkapnya