Kakak

Kemas Nursyamsu Iskandar
Chapter #11

Ayam Bangkok

Yasa pernah melihat kejadian – kejadian itu di alam mimpi. Memakai kaus tipis berwarna putih, topi rimba, syal merah, dan celana hitam yang memiliki banyak saku. Yasa yakin, sebentar lagi ia akan berjalan – jalan di tengah gelapnya malam.

“Ini acara terakhir, tapi kalian semua tidak berubah! Sampai detik ini, masih ada yang membuat kesalahan. Cirinya, kalian tidak peduli pada teman satu angkatan! Dari pertama datang ke sini, kalian telah membuat banyak kesalahan! Tas Rikisi yang hilang, tiap saya memanggil ketua kelompok selalu telat, tidak memakai atribut lengkap, tidak melaksanakan instruksi dengan baik dari senior! Sekarang lihat teman – teman kalian yang berdiri di depan!”, Kang Bima menunjuk Alek, Rikisi, Dodo, Tomi dan Ucok yang telah melakukan kesalahan lebih dari tiga kali. “Kalian juga sebenarnya sama saja! Kalian juga sampah! Pikiran kalian sampah! Kembangkan kapasitas otak kalian!” Teriak Kang Bima.

Setelah acara penuh kemarahan dari Kang Bima itu, hujan turun, disertai angin kencang, kilat, petir dan banjir di sekitar tenda logistik. Beberapa calon anggota himpunan panik dan menangis. Marwansyah yang suka loncat – locat memamerkan keahlian parkour-nya di sekitar kampus kini terdiam dan matanya sudah sangat lelah. Jaffar, terlihat menahan sekuat tenaga keinginannya untuk merokok. Sari dan Siti menangis berdua, saling berpelukan, dan saling menguatkan. Rikisi makan banyak untuk meredakan stress yang dirasakannya, ia telah menghabiskan tiga mangkuk kacang hijau panas, Teh Upit yang bertanggung jawab atas ketersediaan makanan selama acara berlangsung, mengumpat kesana kemari.

Hujan berhenti dua jam kemudian, saat para calon anggota himpunan baru saja tertidur di tenda. Kang Bima, yang kini tampak lebih tenang meminta setiap kelompok untuk berbaris dan segera melakukan persiapan untuk perjalanan malam.

Kelompok ke-1 yang terdiri dari Yasa, Sadut, Hamdan, Ujang, Tomi dan Edo yang pertama kali pergi untuk melakukan perjalanan malam. Kang Bima memeriksa satu persatu anggota kelompok dan kelengkapan peralatan kelompok seperti tas besar berisi makanan, obat – obatan, matras, sajadah, poncho, senter, dan golok. Ia juga memeriksa tag nama setiap anggota kelompok. Saat memeriksa tag nama Sadut, ia tertawa, lalu mengumpat.

“Anak anjing ini!”, Kang Bima menunjuk Sadut, “Akan membuat kelompok kalian menderita.” Lalu ia tersenyum seperti seorang pembunuh berantai yang senang, korbannya telah masuk ke dalam perangkap dan siap dicincang.

Perjalan malam itu dipimpin oleh Hamdan yang bertugas sebagai ketua kelompok. Setiap kelompok diinstruksikan untuk berbaris memanjang dengan rapi saat melakukan perjalanan, karena di setiap sudut hutan akan ada senior yang memperhatikan, jika tidak berbaris dengan rapi akan dihukum. Entah hukumannya apa.

Hamdan berjalan di bagian paling depan, sedangkan Yasa berjalan di bagian paling belakang. Selama perjalanan menuju pos pertama, Yasa sering berteriak kepada Hamdan untuk menghadapi rasa takutnya berjalan di bagian paling belakang. Hamdan sering menjawab dengan menyinari Yasa memakai cahaya senter berukuran besar yang ia pegang.

“Tidak ada apa – apa Sa, di belakang kamu.” Kata Hamdan sambil tertawa.

Di Pos Pertama, Kelompok ke-1 hanya diminta untuk berolahraga dan bernyanyi lagu – lagu nasional. Setelah itu, satu persatu anggota kelompok diharuskan memakan jengkol setengah matang.

Di Pos Kedua kegilaan mulai terjadi. Begitu sampai, seorang senior yang memakai baju dengan gambar Pattimura tiba – tiba mengamuk kepada Sadut, seakan – akan Sadut pernah menjarah dan membakar rumahnya. Kemarahan yang mengagetkan itu membuat sekujur tubuh Sadut bergetar, kepalanya, bibirnya, dadanya, tangannya, pahanya dan kakinya, semua bergetar. Setelah itu Sadut diminta untuk melapor kepada Ketua Pos Dua, Namanya Kang Tarman, badannya gendut dan badannya bau rokok. Ketika diminta berjalan tegak, karena pikirannya kacau, Sadut melangkahkan kaki kanan, dibarengi dengan mengayunkan tangan kanan, dan melangkahkan kaki kiri, dibarengi dengan mengayunkan tangan kiri. Orang – orang yang menghuni Pos Kedua terpingkal – pingkal, melihat aksi komedi itu. Kemudian Sadut diminta untuk bernyanyi, lagunya “Halo – Halo Bandung”, sepanjang menyanyi bibirnya bergetar, para senior terpingkal – pingkal lagi.

“Kalian mengapa repot – repot ikut kegiatan seperti ini!?” Tanya Kang Tarman pada semua anggota kelompok.

“Ijin menjawab Kang!” Edo mengeluarkan suara tentaranya.

“Silahkan!”

“Untuk bisa menjadi anggota himpunan Kang!”

“Bagus! Tapi apakah kalian sudah pantas!?”

“Belum Kang!”

“Kalau begitu pulang lagi ke tenda!”

Semua anggota kelompok ke-1 terdiam, lalu menatap Edo dengan tatapan penuh kebencian.

“Kami sudah pantas Kang!” Hamdan akhirnya berbicara

“Tadi katanya belum, bagaimana ini? Kelompok yang tidak kompak!” Perkataan Kang Tarman itu disambut ejekan dari para penghuni Pos Kedua, “Huuuuuuuu!”

“Saya salah berbicara Kang! Kami sudah pantas Kang!” Edo mencoba memperbaiki keadaan.

“Kalian sudah pantas menjadi anggota himpunan karena?”

“Karena kami mengikuti rangkaian kegiatan dengan baik Kang!” Hamdan menjawab lagi.

Lihat selengkapnya