Kakak tidak pernah ingat janjinya untuk membantu Yasa saat ia sedang berjuang di himpunan. Kakak terlalu banyak menghabiskan waktu dengan Dara, dan cinta telah membuatnya lupa.
Rabu itu, Yasa sekeluarga pergi ke kampus Kakak, untuk menghadiri acara wisuda. Yang boleh menyaksikan Kakak menerima ijazah langsung dari Pak Rektor, hanya Ayah dan Ibu. Sedangkan Yasa dan Bayu menunggu Kakak di bawah pohon yang rindang, di dekat gerbang keluar kampus.
Acara wisuda selesai satu jam sebelum adzan dzuhur. Kakak keluar dari gedung yang penuh sesak dan panas itu dengan wajah marah dan kesal. Dara meminta Kakak untuk meredam kemarahannya dan berfoto bersama keluarganya. Kakak menurut, ia memaksakan diri untuk bisa tersenyum. Foto pertama dan kedua diambil oleh Dara, di kedua foto itu Ayah terlihat bangga sekali dengan Kakak, Ibu terlihat mematung dengan gaya yang sama, Bayu terlihat kebingungan, Yasa terlihat sedang menahan rasa iri, sedangkan Kakak terlihat seperti menahan rasa sakit. Foto ketiga sampai ketujuh, diambil oleh Yasa, di foto – foto itu Ayah terlihat khawatir, Ibu masih mematung dengan gaya yang sama, ia pikir itulah gaya terbaik yang dimilikinya, Bayu memicingkan mata karena kilau sinar matahari, Dara menempelkan badannya ke tangan kanan Kakak yang memeluk ijazah, tersenyum manis sekali dan penuh kebanggaan, sedangkan Kakak kali ini terlihat lebih tampan dari dua foto yang diambil sebelumnya.
Tiga hari kemudian, Kakak tidak berada di Bandung lagi. Ia mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai pengawas bangunan di salah satu perumahan mewah di Bogor. Kakak pulang ke rumah setiap satu bulan sekali. Ketika menikmati hari liburnya di Bandung, ia jarang berada di rumah. Kakak lebih sering menghabiskan waktu bersama Dara, menemaninya belanja di Paris Van Java, menonton film apapun yang dibintangi oleh Brad Pitt, makan sushi di Gegerkalong, dan membantu Dara untuk menyelesaikan skripsinya yang banyak tertunda pengerjaannya karena terganggu oleh jadwal menonton drama korea.
Ibu sempat sakit hati. Bagi Ibu, Dara telah menjadi rumah yang lebih dicintai Kakak dibandingkan dengan rumah yang telah Ibu bangun sejak Kakak masih di alam ruh, belum berwujud apapun. Ibu sering meminta Kakak untuk mengajak Dara menghabiskan waktu di rumah, tapi Dara selalu terburu – buru untuk pulang.
Bagi Yasa, Kakak adalah seorang manusia yang mempunyai aura yang licik. Aura yang telah diberikan Allah pada Kakak membuat orang yang berbuat jahat kepadanya cepat merasa bersalah, dan terdorong untuk segera meminta maaf, Tapi, ketika Kakak berbuat salah, aura itu membuat orang – orang disekitar Kakak menjadi merasa berat untuk menyalahkannya atau meminta ia untuk berkata, “Maaf, saya telah berbuat salah.” Kakak bukan orang yang suka memendam perasaan, begitu ia merasa tidak nyaman atau dirugikan, ia tidak pernah menahan perasaannya, ia akan segera membuat orang – orang disekitarnya mendengar suara hatinya.
Ada beberapa kejadian yang selalu diputar berulang – ulang di dalam kepala Yasa. Seperti film Petualangan Sherina yang diputar di televisi setiap masa liburan sekolah, seperti lagu “Im Yours” dari Jason Mraz yang sering terdengar lewat radio, atau seperti teks Pancasila yang dibacakan setiap Upacara Bendera di hari Senin. Salah satu kejadian itu terjadi saat Yasa dan Kakak masih duduk di bangku SD.
Sore itu Yasa dan Kakak bermain bersama anak – anak yang lain di dekat rumah Pak RW. Teman – teman mereka berumur sekitar lima sampai sembilan tahun, Yasa tidak ingat sebagian besar nama temannya waktu itu, tapi ia selalu ingat satu orang, yang paling besar dan paling tua namanya Opik.
Permainan sore itu berjudul “Siapa yang paling cepat memanjat pagar Pak RW dia adalah Kura – Kura Ninja”. Entah Ninja Turtles yang mana, apakah itu Raphael, Donatello, Michael Angelo atau Leonardo, saat itu tidak ada yang peduli.
“Yang paling cepat manjat pagar Pak RW adalah Kura – Kura Ninja! Yang tidak bisa memanjat pagar adalah anak tuyul!”
Setelah Opik memberi aba – aba, semua anak berlomba memanjat pagar Pak RW. Semuanya berusaha sekuat tenaga karena tidak ada satupun yang mau disebut sebagai anak tuyul.
Yasa dengar dari Ibu, bahwa Pak RW adalah pejabat pemerintah yang sibuk dan semua anggota keluarganya juga sibuk sehingga jarang ada orang di rumahnya. Apapun yang dilakukan oleh anak – anak di depan rumah Pak RW, jarang mendapat teguran. Waktu itu rumah kosong Pak RW seperti taman bermain bagi anak - anak.
Yasa ingat sore itu Kakak yang paling cepat memanjat pagar Pak RW. Setelah berhasil menjadi juara dan dinobatkan sebagai Kura – Kura Ninja oleh tujuh orang anak kecil, Kakak tertawa girang. Seperti ribuan panggung kemenangan yang ada di berbagai penjuru dunia, saat ada pemenang pasti terlahirlah golongan yang penuh iri dengki.
Opik tidak terima atas kemenangan Kakak, sebagai anak yang paling tua dan paling besar badannya, logikanya menganggap ia seharusnya yang menjadi juara dari permainan konyol itu. Opik yang dikuasai perasaan iri dan dengki mendorong Kakak sekuat tenaga. Satu detik kemudian Kakak membentur tembok kasar rumah Pak RW. Kakak tersungkur dan menangis, kepala bagian kirinya yang terbentur tembok memerah. Anak – anak yang lain tidak berani menyalahkan Opik.
Yasa sangat sakit hati dengan apa yang ia lihat. Yasa menarik tangan Kakak, membantunya berdiri dan memaksanya untuk pulang ke rumah. Sepanjang jalan Kakak menangis.
Sesampainya di rumah, Yasa melaporkan semuanya ke Ibu. Saat itu Ibu marah – marah sambil menyetrika baju.
“Jangan main dengan anak preman! Si Opik itu ayahnya pengangguran yang sering membuat warga di sini resah! Knalpot motornya berisik sekali! Dasar jalma edan!”