Himpunan menyewa dua truk TNI AD ---yang sering disebut truk bekang oleh para mahasiswa di Bandung--- untuk mengangkut 78 calon anggota himpunan dan beberapa orang panitia kaderisasi. Kedua truk itu melakukan perjalanan dari kampus ke Afdeling Ciater dalam waktu kurang dari satu jam. Begitu sampai di lokasi, para calon anggota himpunan mendapatkan kejutan, mereka bertemu kembaran Mario Balotelli yang tiba – tiba marah – marah.
“Cepat turun! Cepat! Cepat!” Suara Atom yang keras, serak dan menyeramkan seperti vokalis band beraliran death metal itu membuat para calon anggota himpunan segera bergerak dengan cepat.
Beberapa calon anggota himpunan yang merasa pusing karena mabuk kendaraan ---sehingga tidak bisa bergerak dengan cepat seperti teman – temannya yang lain--- menjadi korban hinaan Rina.
“Lelet kalian! Dasar anak – anak manja!” Bentak Rina.
Pada jam setengah sepuluh para calon anggota himpunan yang sudah terbagi ke dalam 13 kelompok, diperintahkan Abdul untuk membangun tenda dan menyiapkan makanan untuk acara makan siang bersama. Kegiatan yang seharusnya menyenangkan itu kemudian menjadi menegangkan karena setiap sepuluh menit sekali Abdul meniup peluit dan meminta ketua kelompok untuk melaporkan keadaan kelompoknya dan jika ada kelompok yang dinilai melakukan kesalahan sedikit saja, akan langsung mendapatkan hukuman dari Abdul.
“Rin, urang baru sadar, ini semuanya ada 13 kelompok, 13 kan angka yang sial ya?” Kata Atom, ada nada khawatir di dalam pertanyaannya.
“Lah, itu mah mitos, anak gaul Cimahi jangan percaya mitos!” Kata Rina santai. “Iya kan Pak Korlap (Kordinator Lapangan)? Angka 13 bikin sial cuma mitos kan?” Tanya Rina pada Abdul.
“Sudah jangan banyak mikir yang aneh – aneh, kita harus fokus sama maru (mahasiswa baru) Rin.”
Beberapa detik setelah pembahasan mengenai angka 13 itu, Bella yang mudah menangis, tiba – tiba menangis, merintih, dan mengaum – aum. Rina segera berlari menuju tenda kelompok 11 dan menemukan Bella dengan jempol yang membiru dan berdarah karena terkena palu.
“Medissss!” Teriak Rina.
Mia Aslamiah (yang biasanya disebut Mpok karena logat Betawi-nya) kordinator tim medis dan sahabatnya Revalina (yang sering disebut Si Poker Face karena memang selalu terlihat tanpa ekspresi) segera menenangkan Bella yang sudah mengeluarkan banyak air mata.
“Buset dah, kenape bisa sampe kaya gini lu?” Tanya Mia.
“Nggak tahu Teh!” Bella tidak bisa menenangkan dirinya dan terus menangis.
Abdul memutuskan untuk menarik Bella ke Tenda Medis, agar teman – temannya di kelompok 11 bisa fokus bekerja lagi. Baru saja masalah Bella tertangani, Tito, ketua kelompok 5, dengan wajah yang kaget dan sempat sulit berbicara, melaporkan kejadian ganjil yang terjadi di kelompoknya kepada Abdul.
“Kang Ab…Dul, Teno Kang! Te..No Kang! Te…No…Ka…Ngg!” Tito tergagap – gagap.
“Yang jelas kalau bicara kamu!” Bentak Abdul.
“Teno masak nasi pakai minyak tanah Kang!” Akhirnya ia bisa menyampaikannya dengan lancar.
“Mana!?” Rina marah sekali, ia merasa baru saja mendengar ketololan mahasiswa paling tolol yang pernah ia dengar seumur hidupnya.
Rina segera berlari ke tenda kelompok 5 dan menemukan fakta yang mengejutkan itu. Benar, Teno sudah merendam satu liter beras dengan minyak tanah, dan orang itu kini tertunduk malu. Sebelum meminta Teno mengembalikan minyak tanah ke tempatnya, Rina melampiaskan kekesalannya kepada lelaki yang sedang bingung itu.
“Mahasiswa macam apa kamu!? Monyet juga tahu beras itu dimasak pakai air bukan pakai minyak tanah!”
Setelah mendengar perkataan Rina yang merendahkan harga dirinya itu. Teno melampiaskan kemarahannya kepada Tito.
“Anjing maneh (anjing kamu)! Naha kudu lapor ka Teh Rina sih (Mengapa harus lapor ke Teh Rina )! Anjing!” Teno kemudian mendorong Tito sekuat tenaganya, menyebabkan lelaki itu terpental dan merubuhkan tenda kelompok. Atom segera turun tangan, ia menarik Teno ke depan Abdul, kemudian Abdul menghadiahi lelaki pemarah yang tidak pernah memasak nasi itu dengan seratus push up.
Sebagian besar tenda kelompok belum terpasang dengan baik, nesting yang dimiliki setiap kelompok belum mulai memasak nasi, beberapa calon anggota himpunan muntah karena masih merasa pusing setelah mengalami mabuk kendaraan, dan hampir di setiap kelompok terjadi perdebatan tentang berbagai hal, tentang apa yang harus dilakukan setelah memasang tenda, tentang siapa yang harus menjadi pemimpin saat pemimpin kelompok ternyata tidak bisa memimpin kelompok, atau perdebatan tentang cara memasang tenda yang baik.
Awan mendung bergerak cepat, dan tiba – tiba berada di atas wilayah perkemahan. Hujan pun turun. Beberapa kelompok yang dihuni oleh orang – orang yang tenang dan cerdas bisa cepat mengamankan barang – barang dan berteduh di dalam tenda. Tapi, sebagian besar dari kelompok – kelompok itu adalah sekumpulan orang yang mudah panik, tidak bisa bekerjasama, dan tidak mampu mendirikan tenda dengan benar, sehingga mereka berakhir menjadi orang – orang yang memiliki baju yang basah.
“Sudah kubilang Rin, 13 adalah angka yang sial.” Atom yakin sekali dengan yang ia ucapkan.
*
Perjalanan siang yang dilakukan dari jam satu sampai jam empat sore bertujuan untuk menguji kesiapan para calon anggota himpunan untuk menjadi mahasiswa organisatoris, yang berpikir kritis, sekaligus calon guru yang kompeten. Itulah yang tertulis di dalam proposal kegiatan. Pada kenyataannya kegiatan itu adalah jalan – jalan santai di kebun teh yang dilakukan oleh setiap kelompok, ditemani oleh satu senior yang ditugaskan untuk menjadi pemandu, setiap kelompok diwajibkan mengunjungi pos 1 sampai pos 5, di setiap pos ada permainan yang dibuat seenak hati oleh para Ketua Divisi di himpunan.
Di pos 1, Alek memerintahkan calon anggota himpunan untuk melakukan tari saman, katanya ini bertujuan untuk meningkatkan kekompakan di dalam berorganisasi. Kelompok yang tidak bisa menari dengan kompak setelah diberi waktu latihan selama lima belas menit akan dihukum, mereka yang tidak kompak itu dipaksa untuk bersumpah akan mengulang kalimat, “kami ingin dibonga – bonga!” sepanjang perjalanan dari pos 1 sampai pos 5. Biasanya kelompok perempuan sukses melewati tantangan yang diberikan oleh Alek, sedangkan kelompok laki – laki sebagian besar gagal dan terpaksa mengulang kalimat terkutuk itu. Apa arti dari dibonga – bonga? Hanya Alek dan anak – anak dari Kelompok Pecinta Alam Tingkat Universitas yang tahu.
Di pos 2, Jaffar meminta setiap kelompok untuk mementaskan drama sejarah “Perang Diponegoro”, ia mendapatkan inspirasi dari cerita Kang Bachtiar mengenai kejailan senior pada zaman ia dikader. Di pos 3 yang berada di dekat sungai, Tomi mengajak semua kelompok untuk menangkap ikan – ikan kecil, kegiatan ini dilakukan untuk bisa lebih menghargai jasa para nelayan katanya. Di pos 4 Marwansyah iseng menyuruh setiap kelompok untuk menyanyikan lagu dari kartun Spongebob Squarepants berjudul “Ripped Pants”, kelompok yang tidak bisa menyanyikan lagu itu akan dihukum senam poco – poco, anehnya semua kelompok berhasil. Di Pos 5 Abdul mengetes setiap kelompok untuk mengucapkan Sumpah Palapa yang terkenal itu, yang tidak bisa akan dihukum berguling – guling di tanah, ternyata hanya satu kelompok yang berhasil mengerjakan tugas dari Abdul. Ini ironis sekali, ternyata Spongebob lebih berkesan di hati para mahasiswa baru daripada Gajah Mada.
Jam empat sore hujan turun lagi. Para calon anggota himpunan berlarian menuju tenda. Rina memastikan setiap kelompok telah berada di tendanya masing – masing. Sialnya, satu kelompok belum berada di tendanya.
“Atom! Kelompok 7 mana!?” Ini udah jam empat lebih dan mereka belum kembali ke tenda!” Rina sangat khawatir.
“Anjing! Kelompok 7 kan pemandunya Siti! Anjing! Padahal kan udah dikasih tanda dan dibatasi sama tali!” Atom kalap.
Atom dan Rina, dibantu oleh Edo dan Septian mencari kelompok 7 dengan menyusuri rute perjalanan siang dan memeriksa setiap pos. Namun, mereka tidak ditemukan. Hujan, angin, petir dan jalan yang becek membuat Rina semakin mengkhawatirkan kondisi anggota kelompok 7, dan Atom semakin kesal dengan ulah pacarnya yang menyebabkan masalah besar di sore itu.
“Komandan! Menurut saya mereka telah keluar jalur!” Kata Septian.
“Menurutku juga begitu, Atom! coba kau pakai radar cintamu untuk menemukan Siti!” Edo menepuk – nepuk kepala Atom.
“Anjing! Radar apa sih!?” Atom marah.
“Maneh tenang dulu Atom! Anjing!” Rina menendang pantat Atom. “Coba, kamu tenang dulu, pikirkan baik – baik, kalau kamu jadi Siti, kamu akan pergi ke mana.”